Krisis Sampah Kerinci: Di Antara Tumpukan Limbah dan Minimnya Koordinasi Pemerintah

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
IST

Kerinci – Kabupaten Kerinci kini berada di tengah krisis lingkungan yang semakin parah. Sampah menumpuk di berbagai wilayah, mulai dari Tanjung Pauh, Tanjung Tanah, hingga Desa Semerap, Hiang, dan Sungai Abu. Limbah yang dibiarkan menggunung tidak hanya merusak estetika, tetapi juga menjadi ancaman kesehatan dan lingkungan yang serius.

Di Tanjung Pauh, bau busuk dari sampah yang menumpuk tercium hingga radius 20 meter. Lalat hijau beterbangan di sekitar area, menciptakan kondisi yang tidak higienis. Di Tanjung Tanah, sampah meluber hingga ke jalan, menghalangi akses warga menuju lahan pertanian mereka. Tidak adanya fasilitas bak sampah membuat warga terpaksa membakar limbah, menambah polusi udara yang dapat memicu gangguan kesehatan.

Kondisi serupa terjadi di Desa Semerap. Tumpukan sampah di pinggir jalan telah menyumbat saluran irigasi, menyebabkan banjir yang merusak lahan pertanian. "Kami tidak tahu lagi harus bagaimana. Sampah ini sudah seperti bagian dari hidup kami karena tidak pernah diangkut," keluh seorang warga Semerap yang enggan disebutkan namanya.

Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang digelar Senin (20/01/25), Ketua DPRD Kerinci, Irwandri, mengungkap fakta mencengangkan. Salah satu penyebab utama krisis sampah adalah penolakan masyarakat terhadap penggunaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Pondok Pulau Sangkar, Kecamatan Bukit Kerman. Padahal, lahan tersebut merupakan aset Pemkab Kerinci.

"Kami baru tahu dari Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bahwa ada penolakan masyarakat terhadap TPA itu. Hal ini sangat mengejutkan, mengingat DLH tidak pernah berkoordinasi dengan kami sebelumnya," kata Irwandri dengan nada kecewa.

Ketidakhadiran DLH dalam menangani persoalan sampah secara serius menjadi sorotan utama. Warga menyebut DLH jarang turun langsung ke lapangan untuk memantau kondisi tempat pembuangan sementara (TPS).

"Sampah dibiarkan menggunung. Pengangkutannya tidak pernah rutin, bak penampungan minim, dan TPA tak dikelola dengan baik," kata seorang warga Tanjung Tanah.

Irwandri mengkritik keras kurangnya koordinasi antarinstansi. Ia berencana menyurati DLH dan Sekretaris Daerah untuk segera menggelar pertemuan guna mencari solusi konkret. "Ini darurat. Kami tidak ingin masalah ini hanya menjadi bahan diskusi tanpa tindakan nyata," tegasnya.

Krisis sampah ini tidak hanya berdampak pada estetika wilayah, tetapi juga berisiko besar terhadap kesehatan masyarakat. Penyumbatan irigasi oleh sampah telah menyebabkan banjir, sementara bau busuk dan lalat hijau meningkatkan risiko penyakit.

"Sejak sampah menumpuk di sini, banyak warga yang mengeluh gatal-gatal dan infeksi kulit. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi," ujar seorang tenaga kesehatan di Tanjung Pauh.

Warga Kerinci berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas dan tidak hanya berkutat pada retorika. Penyediaan fasilitas penampungan, pengelolaan TPA yang profesional, dan peningkatan frekuensi pengangkutan sampah menjadi kebutuhan mendesak.

"Kami hanya ingin hidup bersih dan sehat. Apakah itu terlalu sulit bagi pemerintah untuk diwujudkan?" kata seorang warga penuh harap.

Dengan krisis ini, jelas bahwa Kabupaten Kerinci membutuhkan solusi jangka panjang, mulai dari peningkatan infrastruktur hingga edukasi masyarakat untuk menangani sampah secara lebih bertanggung jawab. Kini saatnya Pemkab Kerinci membuktikan komitmennya dalam menangani masalah yang sudah terlalu lama diabaikan ini.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network