TEBO – Sebanyak 248 buruh PT Tebo Indah yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat kebangkrutan perusahaan mendatangi Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Tebo, Senin (2/12/2024). Mereka, melalui Serikat Pekerja Mandiri PT Tebo Indah, menuntut hak pesangon yang hingga kini belum dibayarkan.
Ketua Serikat Pekerja Mandiri PT Tebo Indah, Parlaung, mengatakan bahwa langkah mediasi ini dilakukan untuk mencari solusi setelah para buruh mendapatkan jawaban tidak pasti dari kurator terkait pembayaran pesangon.
"Ada 248 karyawan PT Tebo Indah yang di-PHK, mereka mengadukan ke kita untuk menuntut haknya. Kami ke sini (Disnaker Tebo) untuk mediasi agar pesangon mereka segera dibayarkan," ujar Parlaung.
Parlaung menjelaskan bahwa karyawan yang telah di-PHK sebelumnya telah menanyakan langsung kepada kurator, namun hanya mendapat jawaban bahwa pesangon akan dibayarkan setelah aset perusahaan yang pailit dijual.
"Kita tanyakan kapan pembayaran dilakukan, tetapi jawabannya selalu 'nanti'. Namun, 'nanti' ini tidak jelas kapan waktunya, sehingga kami melaporkan ini ke Disnaker," jelas Parlaung.
Kurator yang diundang untuk mediasi oleh Disnaker Tebo tidak hadir dan hanya memberikan tanggapan secara tertulis, yang semakin memperumit proses penyelesaian.
"Kurator tidak hadir, hanya menjawab melalui surat. Ini tidak membantu menyelesaikan masalah," tambahnya.
Kepala Bidang PHI Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Tebo, Ikbal, membenarkan bahwa pihaknya telah mengundang kurator untuk mediasi, tetapi tidak mendapatkan respons positif.
"Kita sudah konfirmasi ke kurator, tapi mereka tidak hadir hari ini. Nanti kita panggil lagi, kemungkinan Kamis ini," ujar Ikbal.
Ikbal menegaskan bahwa Disnaker berkomitmen untuk menjembatani penyelesaian perselisihan ini, meskipun tanpa kehadiran kurator, langkah mediasi menjadi sulit untuk mencapai titik temu.
Para buruh PT Tebo Indah hanya memiliki satu tuntutan: pembayaran pesangon yang menjadi hak mereka sesuai peraturan ketenagakerjaan. Namun, hingga kini, hak tersebut belum dipenuhi.
Kondisi ini mencerminkan dilema besar bagi buruh yang kehilangan mata pencaharian di tengah ketidakpastian. "Kami hanya ingin hak kami dibayarkan. Kami sudah bekerja bertahun-tahun, dan ini adalah hak kami," kata salah satu buruh yang hadir.
Kasus ini menyoroti perlunya penegakan hukum dan pengawasan lebih ketat terhadap perlindungan hak-hak buruh, terutama dalam situasi perusahaan pailit.
Jika mediasi terus menemui jalan buntu, langkah hukum lain seperti gugatan ke pengadilan hubungan industrial bisa menjadi opsi terakhir bagi para buruh untuk mendapatkan keadilan.
Sementara itu, Disnaker diharapkan dapat memainkan peran lebih aktif dan memastikan bahwa proses penyelesaian tidak berlarut-larut, mengingat tekanan ekonomi yang dihadapi para buruh pasca kehilangan pekerjaan mereka.
"Kami akan terus mendorong pihak kurator untuk hadir dan menyelesaikan masalah ini," tutup Ikbal.(*)
Add new comment