Jalan Lintas Sumatera Menanti Perbaikan yang Tak Kunjung Tiba

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
Ilustrasi Jambi Satu

Hari demi hari berlalu, dan Jalan Lintas Sumatera KM 53 di Dusun Sirih Sekapur, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, tetap menjadi saksi bisu atas ketidakpedulian yang menyakitkan. Sejak awal tahun 2024, jalan ini terputus oleh longsor yang menghantamnya tanpa ampun. Namun, hingga hampir setahun kemudian, kerusakan yang menganga di jantung Sumatera ini belum juga mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah.

Di sepanjang ruas jalan ini, antrian kendaraan yang mengular menjadi pemandangan sehari-hari. Pengemudi yang sabar menunggu giliran untuk melewati jalur darurat yang disediakan, berdebu di musim kemarau, berlumpur saat hujan tiba. Jalan yang seharusnya menjadi penghubung vital antara Jambi dan Sumatera Barat kini berubah menjadi perangkap bagi mereka yang tak punya pilihan selain melintasinya.

Iwan, seorang warga Jujuhan, tak dapat menyembunyikan rasa frustrasinya. "Sampai saat ini belum ada perbaikan dan masih menggunakan jalan darurat. Padahal sudah hampir setahun Jalan Lintas Sumatera ini longsor. Kami juga heran kenapa pemerintah lamban menanganinya," keluhnya, suaranya penuh dengan keputusasaan yang telah terpendam lama.

Kekhawatiran Iwan bukan tanpa alasan. Di tengah lambannya respons dari pemerintah, kecelakaan demi kecelakaan terus terjadi di ruas jalan yang sempit ini. Sistem buka-tutup yang diberlakukan sebagai solusi sementara justru menambah deretan kendaraan yang terjebak dalam kemacetan, membuat perjalanan yang seharusnya singkat menjadi perjalanan panjang yang melelahkan.

Di lapangan, terlihat jelas bahwa kondisi jalan darurat ini jauh dari layak. Lubang-lubang menganga di sana-sini, menambah risiko bagi setiap kendaraan yang melintas. Debu tebal yang mengepul saat musim kemarau membuat udara semakin sulit dihirup, sementara saat hujan tiba, jalanan berubah menjadi lautan lumpur yang membuat kendaraan terjebak. Bukan hanya pengemudi yang menderita, tetapi juga para penumpang yang harus berjuang melewati jalur ini.

"Anehnya, proyek pelebaran dan peningkatan jalan nasional di dalam Kota Muara Bungo serta jalan menuju batas Sumatera Barat dan Merangin terus saja dikerjakan. Sementara di sini, di KM 53, yang sangat membutuhkan perhatian mendesak, belum ada tanda-tanda perbaikan," tambah Iwan dengan nada penuh ironi.

Kondisi ini mencerminkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap kenyamanan dan keselamatan warganya. Meskipun jalan ini memiliki status sebagai jalan nasional, yang seharusnya mendapatkan prioritas tinggi dalam perbaikan, nyatanya ia dibiarkan rusak tanpa tindakan berarti. Di balik kemacetan yang semakin panjang dan kecelakaan yang terus terjadi, ada cerita tentang ketidakadilan yang dirasakan oleh mereka yang hanya ingin melewati jalan ini dengan aman.

Masyarakat hanya bisa berharap, bahwa di antara hiruk-pikuk proyek jalan di tempat lain, ada sekelumit perhatian yang dialihkan ke KM 53. Jalan ini, yang seharusnya menjadi nadi kehidupan bagi banyak orang, telah lama ditinggalkan. Namun, hingga kapan mereka harus menanti? Hingga kapan keselamatan dan kenyamanan mereka akan menjadi prioritas?

Di tengah penantian yang panjang ini, debu dan lumpur menjadi teman setia para pengguna jalan. Dan di setiap kilometer yang mereka tempuh, ada doa yang terucap—agar suatu hari nanti, jalan ini akan diperbaiki, dan mereka tak lagi harus menanggung beban dari ketidakpedulian yang menyesakkan dada.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network