Kebakaran Hutan dan Iklim Ekstrem: Tantangan dan Harapan bagi Jambi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
Ilustrasi Jambi Satu

Kebakaran hutan di Jambi akibat kemarau panjang mengancam ekosistem dan memperburuk perubahan iklim. Simak upaya penjagaan hutan dan partisipasi masyarakat untuk mengatasi tantangan ini.

***

Kemarau panjang yang melanda Provinsi Jambi di bulan Agustus ini tidak hanya menimbulkan kekurangan air di Kota Jambi, tetapi juga menyulut api di Kabupaten Muaro Jambi. Wilayah ini, yang didominasi oleh lahan gambut, mengalami kebakaran yang membakar ratusan hektare tanah.

Data dari Tim GIS KKI Warsi menunjukkan bahwa seluas 357 hektare lahan dan hutan di Muaro Jambi terbakar akibat aktivitas manusia dan kondisi cuaca kering. Adi Junedi, Direktur KKI Warsi, menyoroti konflik lahan dan lemahnya pengelolaan hutan sebagai penyebab utama masalah ini.

Sejarah Panjang Kebakaran Hutan

Setiap tahun, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi di Jambi, dengan 335 hektare hutan terbakar pada 2023. Kebakaran ini merupakan bagian dari catatan panjang degradasi hutan yang terjadi selama lima dekade terakhir.

Pada tahun 1973, Jambi memiliki 3,4 juta hektare hutan. Namun, pada 2023, hanya tersisa 922.891 hektare. Perubahan ini sebagian besar disebabkan oleh konversi hutan menjadi lahan pemukiman dan perkebunan.

“Kehilangan hutan kita harus dihentikan. Hutan merupakan benteng terakhir dalam mengendalikan perubahan iklim," ujar Adi Junedi.

Kebakaran hutan tidak hanya merusak lingkungan lokal tetapi juga menyumbang emisi karbon global yang mempercepat pemanasan bumi. Kebakaran hutan dan perubahan iklim membentuk lingkaran setan yang memperburuk satu sama lain.

“Kondisi hari ini kita terjepit oleh perubahan iklim. Kebakaran hutan menyebabkan perubahan iklim, dan sebaliknya. Kita harus menjaga hutan yang tersisa,” lanjut Adi.

Sebagai upaya untuk mencegah kebakaran, pemerintah telah mengambil langkah strategis. Pada 7 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut.

“Momen Hari Hutan Indonesia harus kita gunakan untuk mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata. Mari kita jaga dan tumbuhkan hutan kita,” imbau Adi Junedi.

Pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan hutan juga menjadi fokus utama. Inisiatif seperti gerakan adopsi dan menanam hutan di kawasan perhutanan sosial telah terbukti efektif dalam meningkatkan tutupan hutan.

Menurut data KKI Warsi, tutupan hutan di kawasan PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) meningkat dari 59.498 hektare pada 2020 menjadi 72.784 hektare pada 2023.

Masyarakat diundang untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga hutan. Setiap langkah kecil, seperti mendukung gerakan penanaman pohon, dapat memberikan dampak besar pada masa depan iklim kita.

Hari Hutan Indonesia menjadi momen refleksi dan aksi bagi kita semua untuk berkontribusi dalam menjaga keseimbangan bumi. Dengan menjaga hutan, kita menjaga iklim dan mencegah kekeringan serta memelihara lingkungan hidup yang lebih baik.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network

 

Terkait