JAKARTA — Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) yang ditargetkan rampung pada 2027 mendatang.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029, yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan 3 November 2025.
Dalam dokumen resmi PMK tersebut, disebutkan bahwa RUU Redenominasi termasuk dalam daftar RUU luncuran yang menjadi prioritas penyelesaian pada pertengahan periode perencanaan.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” tulis beleid tersebut.
Mengutip laporan beritasatu.com, langkah pemerintah ini merupakan bagian dari strategi besar menjaga efisiensi sistem ekonomi, meningkatkan kepercayaan publik terhadap rupiah, serta memperkuat daya saing nasional.
Kebijakan redenominasi diharapkan dapat menyederhanakan transaksi ekonomi, memperkuat persepsi stabilitas moneter, dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan domestik, khususnya dalam era digitalisasi ekonomi yang menuntut kecepatan dan kesederhanaan sistem pembayaran.
Redenominasi berbeda dengan sanering (pemotongan nilai uang). Dalam redenominasi, hanya angka nol yang dihapus tanpa mengubah nilai atau daya beli masyarakat.
Misalnya, Rp1.000 akan menjadi Rp1, namun nilai barang dan jasa tetap sama.
Bank Indonesia (BI) sejatinya telah menyiapkan desain teknis dan tahapan implementasi redenominasi sejak lama.
Gubernur BI Perry Warjiyo pada 2023 pernah menyampaikan bahwa rancangan operasional redenominasi sudah lengkap, namun pelaksanaannya menunggu momentum ekonomi dan politik yang tepat.
“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain, tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juni 2023 di Jakarta.
Namun BI belum menemukan waktu yang ideal.
Menurutnya, terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi keputusan pelaksanaan redenominasi, yaitu:
- Stabilitas makroekonomi nasional dan global,
- Kondisi moneter dan sistem keuangan, serta
- Situasi sosial dan politik dalam negeri.
Rencana redenominasi rupiah bukanlah hal baru.
Pada 2016, di masa Presiden Joko Widodo dan Gubernur BI Agus Martowardojo, isu serupa sempat mengemuka dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Namun, dinamika ekonomi global dan kondisi fiskal kala itu membuat rencana tersebut belum bisa direalisasikan.
“Dengan adanya RUU tersebut akan dilakukan penyederhanaan jumlah digit redenominasi rupiah serta diikuti penyesuaian harga barang dan jasa,” ungkap Agus saat itu.
Kali ini, melalui PMK 70/2025, rencana redenominasi kembali masuk peta jalan strategis Kementerian Keuangan bersama tiga RUU lainnya, yakni RUU Perlelangan, RUU Pengelolaan Kekayaan Negara, dan RUU Penilai.
Kemenkeu menegaskan bahwa redenominasi tidak hanya menyangkut perubahan teknis pada pecahan mata uang, tetapi juga menyentuh aspek sistem keuangan, infrastruktur pembayaran, dan adaptasi sosial.
Pemerintah menargetkan penyusunan RUU ini selesai paling lambat pada 2027 agar memiliki waktu transisi yang cukup untuk sosialisasi, edukasi publik, dan koordinasi lintas lembaga.
Langkah ini juga selaras dengan arah kebijakan fiskal 2025–2029 yang menekankan stabilitas makro, transformasi struktural, dan modernisasi tata kelola ekonomi nasional.
Sejumlah ekonom menilai bahwa redenominasi adalah langkah strategis jangka panjang untuk memperkuat simbol kepercayaan terhadap rupiah, terutama setelah dua dekade stabil pasca krisis 1998.
Namun, mereka juga menekankan pentingnya kesiapan ekonomi dan sosial, agar kebijakan ini tidak menimbulkan kebingungan publik.
“Momentum pelaksanaan redenominasi sebaiknya dilakukan ketika inflasi terkendali, pertumbuhan stabil di atas 5 persen, dan volatilitas politik rendah,” ujar seorang ekonom senior dari UI.
Jika terealisasi sesuai jadwal, redenominasi rupiah akan menjadi yang pertama sejak kemerdekaan, sekaligus menandai babak baru reformasi moneter Indonesia menuju sistem keuangan yang lebih efisien dan kredibel di kancah global.
Add new comment