Jambi – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengiriman mahasiswa magang ke Jerman terus berlanjut. Puluhan mahasiswa asal Jambi yang sebelumnya diberangkatkan dengan janji magang atau ferienjob kini tengah menghadapi tekanan dan teror dari pihak agency yang memberangkatkan mereka.
Para mahasiswa yang diberangkatkan ke Jerman, sebagian besar tidak memiliki dana cukup untuk membeli tiket pesawat, visa, dan biaya lainnya. Akibatnya, mereka terpaksa meminjam dana talangan sebesar Rp 23,8 juta dari pihak agency agar bisa berangkat. Namun, kini masalah baru muncul karena dana talangan tersebut belum dibayar, dan agency mulai menagih secara keras.
Menurut informasi yang dihimpun Tribunjambi.com, pihak agency terus meneror dan mengancam hampir 67 mahasiswa yang belum mampu membayar dana talangan tersebut. Mereka dipaksa untuk membayar meski merasa sudah menjadi korban TPPO. Beberapa mahasiswa memilih untuk tidak membayar, merasa dirugikan dan tidak mendapatkan manfaat apa pun selama berada di Jerman.
"Saat ini kami merasa sangat risih karena setiap hari terus diancam. Kami ini kan korban, bukan pihak yang harus membayar," ujar YN, salah satu mahasiswa yang terus menerima ancaman dari agency.
Ancaman yang diterima mahasiswa sangat mengintimidasi, bahkan ada yang diancam dengan SKCK merah atau tidak bisa mendapatkan ijazah kelulusan jika tidak membayar. Pesan dari agency yang diterima mahasiswa berbunyi, "Kalian merasa masih menjadi korban TPPO, merasa diintimidasi, merasa dirugikan, lantas kalian tidak mau membayar airlines, itu kami yang dirugikan!"
“Jangan main-main dengan surat penagihan dari pengadilan, bisa berdampak buruk ke kalian, nanti biar ngerasain SKCK merah,” lanjut pesan tersebut, mengarah pada ancaman hukum yang semakin memperburuk kondisi mental mahasiswa.
idak sedikit mahasiswa yang takut dan merasa terpaksa untuk memenuhi permintaan pembayaran. Beberapa di antara mereka bahkan terpaksa meminjam uang dari keluarga atau bank untuk menutupi biaya yang ditagihkan oleh agency. "Ada yang sampai pinjam ke keluarga, ada juga yang pinjam ke bank," jelas YN.
Salah satu mahasiswa yang merasa tertekan oleh ancaman tersebut mengungkapkan bahwa dirinya bahkan sudah melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Namun, meski ada penyuluhan dari pihak berwajib untuk tidak khawatir, mahasiswa tetap merasa ketakutan akan ancaman yang terus menerus datang.
Selain dana talangan, mahasiswa yang telah berada di Jerman juga dikenakan tagihan berupa service fe selama tiga bulan, masing-masing sebesar 100 Euro per bulan, atau sekitar Rp 5 juta per mahasiswa. Dana ini dikatakan digunakan untuk biaya apartemen selama mereka tinggal di Jerman. Namun, banyak di antara mereka yang mempertanyakan transparansi penggunaan dana ini, karena tidak ada penjelasan yang jelas mengenai penggunaan service fee tersebut.
"Kami nggak tahu ini untuk apa, tapi kami disuruh bayar. Katanya untuk dana apartemen kami di Jerman," kata salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.
Para mahasiswa yang merasa tertipu oleh modus perdagangan orang ini kini tengah berusaha mencari keadilan. Mereka mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah dan pihak berwenang agar mereka tidak terus dipaksa membayar dana talangan dan terhindar dari ancaman yang membuat mereka semakin tertekan.
“Kami tidak mau lagi diancam dan diteror. Kami hanya ingin hak kami sebagai korban TPPO diperhatikan, dan tidak lagi diperlakukan seperti ini,” ujar mahasiswa lainnya.
Kasus ini menjadi perhatian penting bagi aparat penegak hukum dan lembaga terkait, agar tindakan perdagangan orang yang berkedok peluang magang ini tidak merugikan lebih banyak korban di masa depan. Polisi telah memberikan arahan untuk tidak terlalu mengkhawatirkan ancaman tersebut, namun mahasiswa tetap merasa ketakutan dengan teror yang terus berlanjut.
Di sisi lain, masyarakat dan keluarga korban berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan tegas terhadap agency yang telah melakukan praktik ini, dan memberikan perlindungan bagi para korban yang selama ini merasa terpojokkan.
Add new comment