Fenomena judi online di Indonesia mencapai titik mengkhawatirkan. Komjen Wahyu Widada, Kabareskrim Polri, mengungkapkan bahwa lebih dari dua juta orang terlibat dalam aktivitas ini. Yang mengejutkan, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, bahkan ada yang berusia di bawah 10 tahun. "Anak 10 tahun sudah bisa main judi, saya juga nggak ngerti bayarnya gimana," kata Wahyu dengan nada heran.
Situasi ini sangat memprihatinkan karena judi online telah menyasar hingga ke tingkat pelajar sekolah dasar (SD). Untuk mengatasi hal ini, Bhabinkamtibmas akan bergerak memberikan sosialisasi dan edukasi, termasuk kepada anak-anak.
Wahyu menegaskan, tingginya jumlah pemain judi online bukan hanya disebabkan oleh suplai dari para agen dan bandar, tetapi juga oleh tingginya permintaan (demand) dari masyarakat. Oleh karena itu, selain menindak agen dan bandar untuk mengurangi suplai, pihaknya berusaha mengedukasi masyarakat agar permintaan judi online berkurang. "Prinsipnya, kami terus bergerak supaya jangan lelah untuk memberantas," tegasnya.
Mengingat jumlah pemain judi online yang mencapai jutaan orang, Wahyu mengakui bahwa tidak mungkin seluruhnya dipenjarakan. "Coba bayangkan kalau 2,3 juta pelaku kita tangkap, dimasukkan penjara, itu penjaranya penuh," katanya. Oleh karena itu, langkah yang lebih efektif adalah menghilangkan demand dan memastikan tidak ada lagi supply.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, menegaskan bahwa semua jenis perjudian harus ditindak, baik judi darat maupun judi online. "Mulai 2022 sampai 2024 kami sudah menindak di seluruh Indonesia itu 3.975 perkara," ungkap Himawan.
Dari ribuan kasus tersebut, Dittipid Siber Bareskrim menetapkan 5.982 tersangka, memblokir 40.642 website judi online, serta membekukan 4.196 rekening dengan total aset yang disita mencapai Rp 817,4 miliar. "Sebelum Bapak Presiden mencanangkan Satgas Pemberantasan Judi Daring, kami sudah melakukan langkah-langkah konkret," kata Himawan.
Langkah itu bakal terus dilakukan oleh Polri. Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS, Sukamta, menegaskan bahwa pemberantasan judi online memerlukan keseriusan. Dari sisi regulasi, sudah banyak aturan yang dapat digunakan untuk menjerat tindak pidana tersebut. "KUHP kita melarang judi," katanya.
Pasal 127 UU ITE juga mengatur dengan jelas terkait larangan untuk meng-upload, menyebabkan orang bermain judi, atau ikut terlibat dalam permainan judi online itu sendiri. Yang dibutuhkan saat ini adalah komitmen dari pemerintah, karena penegakan hukum yang belum optimal. Meski dasar hukum untuk menindak judi online sudah ada sejak 2008, judi online masih tetap marak.
"Perangkat hukumnya sudah ada dan sekarang diperkuat lagi di Pasal 40 Ayat 2 C dan 2 D UU ITE," imbuh Sukamta. Pasal tersebut khusus memperkuat peran pemerintah untuk menindak judi online. "Jumlahnya kian masif saat revisi Undang-Undang ITE," tegas anggota DPR RI dari Dapil Yogyakarta itu.
Selain aspek hukum positif, Sukamta menegaskan bahwa judi juga dilarang agama dan adat ketimuran. "Dalil hukum positif kita, konstitusi, budaya, dan agama kita tidak memungkinkan adanya perjudian," tandasnya.
Dengan situasi ini, perjuangan melawan judi online bukan hanya menjadi tanggung jawab Polri, tetapi juga memerlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat. Sosialisasi, edukasi, dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci dalam memberantas judi online di Indonesia.(*)
Add new comment