Asap tebal dari kebakaran batu bara mengancam kesehatan warga Desa Sungai Gelam, Muaro Jambi. Warga meminta pemerintah dan pihak terkait segera bertindak. Sengketa tambang memperkeruh keadaan.
***
Kegelapan menyelimuti Desa Sungai Gelam. Namun bukan malam yang datang terlalu cepat, melainkan kepulan asap tebal yang menggantung rendah, menutupi langit. Di kejauhan, tumpukan batu bara membara. Suara gemeretak dari api yang melahap ribuan ton batu bara itu menggema seperti bisikan kematian yang datang pelan-pelan, tapi pasti.
Warga desa keluar dari rumah mereka, menatap dengan cemas ke arah sumber asap. Bau belerang menyengat membuat mereka mual, sementara mata mereka mulai perih. Ada ketakutan yang lebih dari sekadar asap dan bau menyengat ini; ada ancaman kesehatan yang lebih serius yang kini membayang di depan mata.
Di sebuah sudut desa, Hendra, Kepala Dusun 5, berdiri dengan wajah keruh. Dia sudah terbiasa menghadapi berbagai masalah desa, tapi ini berbeda. Ini ancaman yang datang dari dekat, sesuatu yang bisa mengubah hidup menjadi lebih sulit. “Kami minta ini segera dipadamkan, atau kalau bisa segera dipindahkan dari lokasi ini. Kepulan asap dan baunya seperti belerang membuat kami di sini tidak nyaman. Kalau dibiarkan nanti bisa berdampak terhadap kesehatan warga kami yang ada di sini," ucapnya tegas, berharap suaranya bisa memotong kepulan asap yang memenuhi udara.
Di dekatnya, Zaini, warga RT 19, menambahkan keluhannya. "Sejak terbakar hingga saat ini, tak ada aktivitas di area pertambangan tersebut," katanya. Ada rasa putus asa dalam suaranya. "Kami minta pemerintah segera memberikan solusi. Apalagi kami dengar ini masih dalam sengketa. Jadi dak tau siapa yang punya. Kalau terus dibiarkan kami warga di sini yang menanggung dampaknya," keluhnya dengan nada getir.
Keberadaan tambang yang terlalu dekat dengan permukiman sudah lama jadi sumber keresahan. Asap yang mengepul hanya memperparah keadaan. Setiap tarikan napas kini menjadi pertaruhan bagi kesehatan warga. Anak-anak, yang seharusnya bermain di luar, kini terkurung di dalam rumah, takut menghirup udara beracun yang memenuhi desa.
Desas-desus tentang sengketa kepemilikan tambang menyebar seperti api yang melahap batu bara. Warga hanya bisa menduga-duga siapa yang bertanggung jawab atas semua ini. Sementara itu, tidak ada pihak yang datang menawarkan solusi. Dalam ketidakpastian, warga menjadi korban pertama dan terakhir.
Hendra dan warga lainnya tahu bahwa mereka tidak bisa hanya berdiam diri. Mereka harus bertindak, meminta keadilan dan perlindungan. Mereka menuntut agar pihak perusahaan, pemerintah, dan instansi terkait turun tangan untuk mengatasi situasi ini. Warga mendesak agar kebakaran segera dipadamkan dan tumpukan batu bara dipindahkan dari dekat pemukiman.
Namun, harapan itu terasa seperti angin lalu. Tanpa tindakan cepat, mereka tahu bahwa setiap hari adalah pertempuran melawan ancaman kesehatan yang tidak terlihat namun nyata.
Di tengah kepulan asap yang terus menyelimuti, masa depan Desa Sungai Gelam tampak suram. Warga hanya bisa berharap bahwa ada perubahan yang segera datang. Mereka tahu, satu-satunya cara untuk melindungi desa adalah dengan bersuara, meski dalam suara yang tercekik oleh asap.
Tapi, dalam setiap helaan napas yang tersisa, mereka tetap berdiri teguh, menanti jawaban dari pemerintah dan pihak berwenang. Untuk saat ini, Desa Sungai Gelam tetap bertahan, meski di bawah bayang-bayang asap dan ketidakpastian.(*)
Add new comment