Di tengah terik matahari yang menyengat, hamparan tanah di Sarolangun tampak retak-retak, menganga lebar seolah menjerit meminta air. Sudah beberapa minggu sejak sumur-sumur mulai mengering, dan warga terpaksa harus berjuang lebih keras hanya untuk mendapatkan setetes air bersih.
Di sebuah sudut desa, Rahmat duduk di pinggir sumur yang sudah lama tak lagi mengeluarkan air. Wajahnya terlihat letih, matanya menatap nanar ke dalam sumur yang kini hanya menyisakan tanah kering di dasarnya. "Sumur kami sudah kering sejak dua minggu lalu," ujarnya dengan nada penuh keputusasaan. Setiap hari, Rahmat harus berjalan beberapa kilometer untuk mendapatkan air bersih yang harganya semakin mahal.
Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, warga Desa Tanjung Katung berkumpul di balai desa. Mereka mengeluhkan nasib yang sama. Air sumur mengering, pasokan air bersih pun minim. Sementara itu, di Puskesmas Pembantu desa, Leni, bidan desa setempat, merasa khawatir. Plafon Puskesmas yang ambruk menjadi tanda betapa buruknya kondisi bangunan. "Pustu ini sudah puluhan tahun berdiri. Saya saja sudah 14 tahun di sini, belum pernah ada rehab, baik kecil maupun besar," kata Leni dengan mata berkaca-kaca.
Kondisi ini telah memaksa pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan. Penjabat Bupati Sarolangun, Bachril Bakri, merespons cepat dengan mengadakan koordinasi bersama PDAM Tirta Sarolangun. "Iya, kita sudah koordinasi dengan PDAM. Kita juga siapkan pasokan air bersih untuk dibagikan ke warga yang terdampak kekeringan," kata Bachril, berusaha memberikan sedikit harapan di tengah situasi yang mencekam.
Di ruang kerjanya, Bachril memeriksa peta wilayah desa-desa yang paling parah terdampak. Sambil menghela napas panjang, ia berkata, "Kami sudah siapkan persediaan air bersih dan air minum dari PDAM dan siap disalurkan ke desa yang membutuhkan."
Keputusan ini disambut baik oleh warga. Namun, harapan mereka tak berhenti di situ. Mereka butuh lebih dari sekadar janji. "Negara tidak hadir di sini. Kami merasa diabaikan," ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya. Keprihatinan ini menjadi sorotan tajam terhadap kinerja Dinas Kesehatan yang dinilai kurang proaktif.
Warga berkumpul di depan rumah Leni, berharap mendapatkan kabar baik. Leni, yang selalu menjadi tempat mereka mencari bantuan, hanya bisa mengangguk pelan sambil berkata, "Mudah-mudahan tahun 2024 ini, bangunan Pustu segera diperbaiki agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu."
Sementara itu, di rumah-rumah penduduk, perempuan-perempuan menimba air dari sumur yang sudah hampir tak tersisa airnya. Anak-anak berlarian dengan ember kosong, berharap menemukan air di tempat lain.
Musim kemarau ini tidak hanya mengeringkan sumur-sumur mereka, tetapi juga mengeringkan harapan mereka. Namun, dengan bantuan yang dijanjikan oleh pemerintah, mereka berusaha tetap kuat dan berharap. Harapan mereka kini tertumpu pada datangnya truk-truk PDAM yang membawa air bersih, dan pada janji-janji yang diharapkan segera menjadi nyata.
Di balik semua ini, ada semangat yang tak pernah padam. Semangat untuk terus bertahan, untuk terus berharap, dan untuk terus berjuang mendapatkan setetes air bersih di tengah musim kemarau yang tak kenal ampun.(*)
Add new comment