Langit Rabu pagi di Sengeti tampak murung, seolah menyatu dengan perasaan para tenaga kesehatan (nakes) yang berkumpul di halaman depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ahmad Ripin. Puluhan nakes ini berdiri dengan tegap, membentangkan spanduk dan karton yang penuh dengan keluh kesah mereka. Di bawah teriknya matahari, aksi mereka berteriak tentang ketidakadilan yang selama ini mereka rasakan.
Unjuk rasa ini bukanlah sekadar protes biasa. Ini adalah teriakan penuh kecewa dari mereka yang telah belasan tahun mengabdi demi kesehatan masyarakat, tetapi kini merasa diabaikan oleh Pemkab Muaro Jambi. Idawati, salah satu perwakilan aksi, berdiri di barisan depan dengan suara tegas namun penuh kesedihan. "Kami sudah belasan tahun mengabdi di sini, tetapi yang diterima menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) justru formasi untuk SMA, sementara formasi nakes hanya sembilan orang," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Para nakes ini menuntut keadilan. Mereka menyaksikan bagaimana formasi PPPK untuk tenaga kesehatan sangat minim, hanya sembilan orang, sementara untuk formasi SMA hampir mencapai lima puluh orang. "Dimana hati nurani pemerintah Kabupaten Muaro Jambi?" tanya Ira, perwakilan nakes lainnya, suaranya terdengar serak, dipenuhi kekecewaan yang mendalam.
Spanduk dan karton-karton yang mereka bentangkan tak hanya sekadar tulisan, melainkan jeritan hati mereka yang selama ini terpendam. "Hargai nakes, pasien mati kami dicari. Nasib kami tidak dipedulikan," tertulis di salah satu karton, mencerminkan frustrasi yang telah lama mereka rasakan. Ada pula tulisan yang berbunyi, "Kami rela terinfeksi demi RS ini," mengingatkan semua orang bahwa mereka adalah garda terdepan yang rela menghadapi risiko tinggi demi melayani masyarakat.
Herawati, salah satu nakes yang ikut serta dalam aksi, tak kuasa menahan air mata saat menceritakan perjuangannya. "Belasan tahun kami menunggu diangkat jadi PNS ataupun PPPK, tapi saat ada penerimaan, formasi kami tidak ada," katanya dengan suara bergetar. Perasaan kecewa dan tak berdaya terpancar dari wajah-wajah para pahlawan kesehatan ini.
Di hadapan massa yang memanas, Agus Subekti, Direktur Utama RSUD Ahmad Ripin, mencoba menenangkan situasi. Dia mengakui keluhan para nakes dan meminta mereka untuk bersabar. "Kita hanya mengusulkan, yang menentukan itu dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah)," jelasnya, seolah mencoba melepaskan tanggung jawab dari pihak rumah sakit. Namun, penjelasan tersebut tidak banyak meredakan rasa kecewa para nakes yang telah lama menantikan kejelasan nasib mereka.
Sebelum aksi ini digelar, para nakes sebenarnya telah mendatangi BKD Muaro Jambi untuk menanyakan permasalahan minimnya formasi PPPK bagi tenaga kesehatan. Menurut mereka, pihak manajemen rumah sakit tidak serius dalam memperjuangkan formasi nakes. "Dari BKD sudah diberikan waktu sekitar dua minggu untuk memperbaiki ANJAB (Analisis Jabatan) dan ABK (Analisis Beban Kerja), namun sampai waktu yang ditentukan, manajemen rumah sakit tidak memperbaikinya," ungkap salah satu nakes dengan nada kecewa.
Sikap diam dan kelalaian manajemen RSUD Ahmad Ripin semakin memperkuat rasa kekecewaan para nakes. Mereka merasa diabaikan, sementara mereka adalah pihak yang telah berdiri di garis depan, menangani ribuan pasien dengan segala risiko yang mereka hadapi.
Unjuk rasa ini bukan sekadar peristiwa protes biasa. Ini adalah kisah para pahlawan kesehatan yang selama ini berdiri tanpa pamrih, namun kini merasa dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindungi dan mendukung mereka. Spanduk yang mereka bentangkan adalah simbol dari harapan dan perjuangan yang selama ini tak pernah padam, meski dihadapkan pada ketidakpastian dan ketidakadilan.
Kini, bola panas berada di tangan Pemkab Muaro Jambi dan BKD. Harapan para nakes hanya satu: agar suara mereka didengar, dan keadilan serta penghargaan yang layak dapat mereka terima setelah bertahun-tahun mengabdikan hidup demi kesehatan masyarakat(*)
Add new comment