Jambi — Bunda PAUD Provinsi Jambi, Hj. Hesnidar Haris, S.E. (Hesti Haris), menegaskan bahwa disleksia bukanlah kekurangan, melainkan perbedaan cara belajar yang memerlukan pendekatan pendidikan khusus dan dukungan sosial yang tepat.
Pernyataan tersebut disampaikan Hesti Haris saat menjadi pembicara utama dalam kegiatan Talk Show dan Deteksi Dini Kesulitan Belajar Spesifik bertema “Merangkul Disleksia di Sekitar Kita” yang digelar di Aula Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jambi, pada Selasa (14/10/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang dilaksanakan secara serentak di 11 provinsi dan 26 kabupaten/kota di Indonesia, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesulitan belajar spesifik (terutama disleksia) serta pentingnya deteksi dini dan pendampingan yang berkelanjutan.
Dalam sambutannya, Hj. Hesti Haris menjelaskan bahwa disleksia bukanlah indikator rendahnya kecerdasan anak, melainkan perbedaan cara kerja otak dalam menerima dan mengolah informasi.
“Disleksia bukan kekurangan, tetapi perbedaan cara belajar. Dengan pemahaman yang tepat, anak-anak dengan disleksia dapat berprestasi seperti anak-anak lainnya,” ujar Hj. Hesti Haris di hadapan peserta kegiatan yang terdiri dari guru, tenaga pendidik, pemerhati pendidikan, dan komunitas pendidikan dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
Ia menegaskan bahwa stigma negatif terhadap anak disleksia harus segera dihapus. Menurutnya, banyak anak dengan disleksia yang justru tumbuh menjadi sosok sukses di berbagai bidang — baik seni, teknologi, maupun kepemimpinan — karena mereka memiliki cara berpikir kreatif dan visual yang berbeda.
Dalam kesempatan tersebut, Hj. Hesti Haris juga memaparkan data nasional yang cukup mencengangkan, yakni bahwa diperkirakan terdapat sekitar 5 juta anak di Indonesia yang mengalami disleksia. Jumlah tersebut bahkan melampaui total populasi Provinsi Jambi.
“Angka ini menjadi pengingat penting bagi kita semua bahwa kesulitan belajar bukanlah hal sepele. Ini bukan hanya masalah anak dan guru, tetapi masalah sosial yang perlu disikapi dengan kebijakan dan empati,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemahaman dan dukungan terhadap anak-anak dengan disleksia perlu dilakukan sejak dini, mulai dari keluarga, lingkungan sekolah, hingga lembaga pendidikan tinggi.
Lebih lanjut, Bunda PAUD Provinsi Jambi tersebut menyerukan pentingnya sosialisasi berjenjang dan berkelanjutan mengenai disleksia, mulai dari lingkungan kampus, organisasi profesi, hingga satuan pendidikan dasar dan menengah.
“Saya berharap seluruh peserta yang hadir hari ini dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing. Mari kita sampaikan kepada para orang tua bahwa anak dengan disleksia bukan tidak mampu belajar. Mereka hanya membutuhkan cara belajar yang berbeda. Ini adalah kabar gembira, bukan kabar buruk,” tambah Hj. Hesti Haris.
Ia juga menekankan bahwa setiap anak, apapun kondisinya, memiliki hak untuk tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang memahami dan menghargai keberagaman cara belajar.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jambi, Tema Wisman, S.Pi., yang dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi Jambi dalam memperkuat literasi dan pendidikan inklusif di seluruh daerah.
“Kami di Dinas Perpustakaan terus mendukung berbagai program literasi yang inklusif. Saat ini kami menyiapkan 2.500 mushaf Al-Qur’an yang akan dibagikan kepada masyarakat sebagai bagian dari program peningkatan literasi keagamaan dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Tema menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini bukan hanya menyentuh ranah pendidikan formal, tetapi juga membangun kesadaran literasi sosial dan emosional di tengah masyarakat.
Dalam pelaksanaan kegiatan, Pemprov Jambi bekerja sama dengan Indonesia Dyslexia Specialist Teachers (IDST) yang diwakili oleh Titin Sri Utami, M.Pd., praktisi pendidikan anak usia dini inklusi sekaligus Kandidat Indonesia Dyslexia Specialist Teacher 2025, serta Damayanti, S.Pd., seorang orang tua dari anak dengan disleksia.
Keduanya memaparkan berbagai materi edukatif tentang ciri-ciri disleksia, metode pembelajaran yang ramah anak, serta strategi pendampingan yang efektif.
Titin menegaskan bahwa guru harus mampu mengenali tanda-tanda awal disleksia, seperti kesulitan mengenal huruf, menulis terbalik, atau lambat dalam membaca.
“Tugas kita bukan mempercepat anak agar sama dengan yang lain, tapi membantu mereka belajar dengan caranya sendiri,” ucap Titin.
Sementara Damayanti berbagi pengalaman pribadi sebagai orang tua. Ia bercerita bagaimana awalnya merasa panik ketika anaknya sulit membaca, namun setelah mendapat pendampingan, ia justru melihat potensi besar yang sebelumnya tersembunyi.
“Saya belajar bahwa cinta dan kesabaran adalah kunci. Anak disleksia bukan gagal, mereka hanya belajar dengan ritme yang berbeda,” ungkapnya.
Peringatan Dyslexia Awareness Month 2025 ini diharapkan menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, dunia pendidikan, dan masyarakat dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, ramah anak, dan berkeadilan sosial.
Pemerintah Provinsi Jambi bersama Bunda PAUD Provinsi Jambi berkomitmen untuk membangun ekosistem pendidikan yang terbuka terhadap perbedaan cara belajar, serta memperluas pelatihan bagi tenaga pendidik agar lebih memahami karakteristik anak dengan kebutuhan belajar spesifik.
“Kita ingin setiap anak di Jambi tumbuh bahagia dengan potensinya masing-masing. Tidak ada lagi anak yang merasa rendah diri karena cara belajarnya berbeda. Semua anak berhak untuk sukses,” pungkas Hj. Hesti Haris.
Add new comment