Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi mengabulkan gugatan Yuskandar, S.H., terkait proses seleksi Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Sako Batuah. Majelis hakim menyatakan batal dan memerintahkan Bupati Sarolangun untuk mencabut Surat Keputusan (SK) pengangkatan Mulyadi, S.E., sebagai direktur terpilih.
Dalam putusannya dengan nomor perkara 12/G/2025/PTUN.JBI, PTUN Jambi juga mewajibkan Bupati Sarolangun untuk menggelar seleksi ulang yang objektif, transparan, jujur, dan adil sesuai peraturan perundang-undangan. Putusan ini dibacakan secara elektronik pada Kamis, 25 September 2025.
Yuskandar, yang menerima salinan putusan tersebut pada Jumat (26/9/2025), menyatakan rasa syukurnya atas putusan majelis hakim.
"Alhamdulillah, keadilan telah ditegakkan. Gugatan ini sejak awal bukan tentang menang atau kalah, tetapi untuk memastikan proses seleksi pejabat publik, khususnya di BUMD, berjalan sesuai aturan dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Semoga ini menjadi momentum perbaikan untuk Sarolangun," ujarnya.
Gugatan ini bermula ketika Yuskandar, salah satu peserta seleksi yang lolos tahap administrasi, merasa ada kejanggalan dalam proses pemilihan Direktur Perumda Air Minum Tirta Sako Batuah. Objek sengketa utama adalah Keputusan Bupati Sarolangun Nomor 148/PSDA/2025 tertanggal 6 Mei 2025 tentang Penetapan Pengangkatan Mulyadi, SE.
Dalam gugatannya, Yuskandar menyoroti beberapa poin utama, antara lain Cacat Prosedur. Penerbitan SK pengangkatan diduga dilakukan tanpa adanya pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah, yang merupakan syarat sesuai Permendagri Nomor 23 Tahun 2024.
Kemudian terkait Perubahan Syarat. Panitia seleksi dituding mengubah syarat pengalaman kerja. Dari yang seharusnya "minimal 5 tahun di bidang manajerial perusahaan berbadan hukum" menjadi ditambah frasa "atau lembaga/instansi lainnya". Perubahan ini dinilai memberi celah bagi calon yang tidak memenuhi syarat.
Selanjutnya Kualifikasi Direktur Terpilih. Yuskandar mempersoalkan rekam jejak Mulyadi yang dinilai tidak memenuhi syarat pengalaman kerja 5 tahun di perusahaan berbadan hukum. Selain itu, status Mulyadi sebagai calon legislatif pada Pemilu 2024 juga dipermasalahkan karena dianggap bertentangan dengan syarat non-partisan.
Pihak Tergugat, yakni Bupati Sarolangun, dan Tergugat II Intervensi, Mulyadi, S.E., dalam jawabannya menolak seluruh dalil Penggugat. Mereka berpendapat bahwa Yuskandar tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugat karena tidak lolos dalam tiga besar Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK).
Tergugat juga mengklaim proses seleksi telah sesuai aturan dan pertimbangan menteri bersifat administratif-koordinatif, bukan syarat sahnya keputusan.
Namun, Majelis Hakim PTUN Jambi menolak eksepsi mengenai legal standing tersebut. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menemukan adanya cacat prosedur dan substansi dalam penerbitan SK Bupati Sarolangun.
Beberapa pertimbangan kunci majelis hakim antara lain, Prosedur Dilanggar. Hakim menemukan fakta bahwa SK pengangkatan terbit pada 6 Mei 2025, sementara surat pemberitahuan kepada Menteri Dalam Negeri baru dikirim pada 26 Mei 2025. Hal ini dinilai tidak sesuai prosedur yang mengharuskan adanya pertimbangan sebelum penetapan.
Lalu Substansi Tidak Sesuai. Penambahan frasa "atau lembaga/instansi lainnya" pada syarat pengalaman kerja dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kemudian Syarat Tidak Terpenuhi. Hakim menilai Mulyadi tidak memenuhi syarat pengalaman kerja minimal 5 tahun di perusahaan berbadan hukum, karena masa jabatannya di BUMD sebelumnya hanya 4 tahun (2019-2023). Pengalamannya sebagai anggota DPRD tidak bisa dihitung karena bukan perusahaan berbadan hukum.
Selanjutnya Pelanggaran Asas Pemerintahan. Akibat adanya cacat prosedur dan substansi, penerbitan SK tersebut dinilai melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kepastian hukum, ketidakberpihakan, dan kecermatan.
Atas putusan ini, Tergugat dan Tergugat II Intervensi dihukum secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 385.000.(*)
Add new comment