Jambi – Angka perceraian di Provinsi Jambi masih mengkhawatirkan. Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jambi, Chazi Maksalina, mengungkapkan bahwa setiap tahun rata-rata ada ratusan hingga ribuan perceraian di tiap kabupaten/kota.
“Kalau tren perceraian di Jambi masih tinggi, rata-rata setahun itu di masing-masing kabupaten 700 sampai 900 perceraian, untuk Kota Jambi 1.200 sampai 1.300 perceraian,” kata Chazi, belum lama ini.
Tingginya angka perceraian itu, menurutnya, tidak hanya berdampak pada pasangan yang berpisah, tetapi juga berpotensi menimbulkan klaster kemiskinan baru jika hak anak dan perempuan tidak terpenuhi.
Untuk mencegah hal tersebut, Pemprov Jambi dan PTA Jambi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang sinergi pelayanan pemenuhan hak perempuan dan anak pasca perceraian.
MoU ini merupakan implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
“Kesepakatan ini bertujuan agar mantan istri dan anak-anak tetap terjamin kehidupannya. Jangan sampai perceraian justru menambah masalah kemiskinan baru,” jelas Chazi.
Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan bahwa meski perceraian tidak diharapkan, pemerintah harus memastikan status dan hak anak tetap jelas.
“Kita tidak menghendaki ada perceraian. Tapi kalaupun terjadi, harus ada status yang jelas bagi anak-anak mereka. Nasibnya seperti apa, biaya hidupnya seperti apa. Dengan adanya MoU ini, Pemprov dan Pengadilan Agama akan melanjutkan dengan PKS (Perjanjian Kerja Sama) terkait langkah-langkah teknis,” ujar Al Haris.
Hak yang dimaksud meliputi nafkah, pendidikan, kesehatan, hingga jaminan sosial bagi perempuan dan anak korban perceraian.
Kerja sama ini mendapat dukungan penuh dari Mahkamah Agung. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI, H. Muchlis, bahkan menyebut Jambi sebagai provinsi ketiga di Indonesia yang sudah menerapkan sinergi ini.
“Kerja sama ini sejalan dengan program Mahkamah Agung sesuai Perma Nomor 3 Tahun 2017. Ini langkah yang sangat baik, bahkan bisa menjadi contoh bagi provinsi-provinsi lain di Indonesia. Kami berharap nanti ada tindak lanjut hingga tingkat kabupaten/kota,” kata Muchlis.
Data PTA Jambi menunjukkan, angka perceraian umumnya dipicu faktor ekonomi, konflik rumah tangga, hingga perselingkuhan. Dengan jumlah yang cukup tinggi, beban sosial terutama bagi anak-anak pasca perceraian menjadi perhatian serius pemerintah.
Pemprov Jambi berharap MoU ini bisa jadi langkah awal memperkuat perlindungan perempuan dan anak. Jika terlaksana secara konsisten, Jambi berpeluang menjadi role model nasional dalam pengelolaan hak pasca perceraian.
Add new comment