Bukan Sekadar Akademik, Dosen UNJA Hadirkan Solusi Konkret untuk Warga Desa Kemuning

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
Ist

Jambi – Desa Kemuning, Kecamatan Bram Itam Kanan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, sejak lama berhadapan dengan persoalan mendasar: air bersih yang sulit diakses, dan sampah rumah tangga yang belum tertangani dengan baik. Air yang keluar dari sumur warga kerap keruh, bercampur lumpur, atau berasa payau. Di sisi lain, sampah plastik dan organik menumpuk di pekarangan atau dibakar sembarangan, menimbulkan polusi dan risiko kesehatan.

Di tengah kenyataan itu, Universitas Jambi (UNJA) datang membawa kabar baik. Melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) tahun 2025 yang didanai hibah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, sejumlah dosen UNJA menggandeng mahasiswa untuk menghadirkan solusi nyata.

Tim dosen yang dipimpin Fitri Widiastuti, S.E., M.M., bersama Ners. Nurhusna, S.Kep., M.Kep., dan Putri Irwanti Sari, S.Kep., M.Kep., memilih tema sederhana namun relevan: “Air Bersih, Sampah Terkelola: Membangun Ekonomi Berkelanjutan Melalui Pemberdayaan Masyarakat oleh Mahasiswa.”

Keberhasilan meraih hibah ini bukan sekadar prestasi akademik. Lebih dari itu, hibah ini membuka jalan bagi dosen dan mahasiswa untuk menguji ilmu di lapangan sekaligus memberdayakan masyarakat.

“Air bersih dan pengelolaan sampah bukan hanya isu kesehatan dan lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi. Dengan keterlibatan masyarakat, terutama generasi muda desa, kita bisa mewujudkan ekonomi berkelanjutan yang berakar dari lokalitas,” ujar Fitri, Rabu (10/9/2025).

Dalam pelaksanaannya, tim menghadirkan narasumber Dr. Ns. Andi Subandi, S.Kep., M.Kes., Koordinator Pusat Studi Manajemen Bencana dan Krisis Kesehatan. Ia mengajarkan warga cara merakit filter air sederhana: berbahan murah, mudah dibuat, tapi efektif menyaring kotoran.

Bukan sekadar memberikan alat, tapi mentransfer keterampilan. Warga diajak untuk bisa memproduksi sendiri filter air itu, sehingga keberlanjutan terjaga tanpa harus menunggu bantuan luar.

Seorang ibu rumah tangga mengaku lega. “Dulu air kami sering keruh, anak-anak susah minum. Sekarang ada cara baru yang bisa kami buat sendiri,” ujarnya dengan mata berbinar.

Mahasiswa yang terlibat juga memainkan peran penting. Mereka mendampingi warga memilah sampah sejak dari rumah. Sampah organik diproses menggunakan komposter sederhana. Dari yang awalnya jadi masalah, sampah berubah jadi pupuk kompos untuk kebun sayur keluarga, bahkan berpotensi dijual.

“Mahasiswa adalah jembatan ilmu. Mereka mengajarkan dengan bahasa sederhana, sehingga warga cepat mengerti,” kata Dr. Andi.

Bagi mahasiswa sendiri, pengalaman ini adalah laboratorium sosial. Mereka tidak hanya belajar teori pembangunan berkelanjutan, tetapi ikut merasakan bagaimana pengetahuan kecil bisa memberi dampak besar bagi masyarakat desa.

Program ini dirancang agar tidak berhenti di Desa Kemuning saja. Ia sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs): SDG 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), SDG 11 (Kota dan Pemukiman Berkelanjutan), dan SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).

Lebih jauh lagi, PKM ini juga mendukung enam dari delapan poin Asta Cita pembangunan nasional: akses air bersih, cinta lingkungan, inklusi ekonomi, pembangunan berkelanjutan, transformasi digital, dan peningkatan kualitas SDM.

Awalnya, sebagian warga sempat skeptis. “Kalau ada program, biasanya datang sebentar lalu hilang,” kata seorang tokoh masyarakat. Namun setelah melihat mahasiswa ikut turun tangan, mendampingi dari rumah ke rumah, warga mulai aktif.

Ibu-ibu rumah tangga giat mengolah sampah organik, pemuda desa sibuk membuat filter air, anak-anak ikut dalam permainan edukatif tentang menjaga kebersihan. Desa yang sebelumnya menghadapi masalah klasik, kini menemukan harapan baru.

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa pengabdian masyarakat bukan sekadar formalitas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia hadir nyata di desa, menyentuh persoalan sehari-hari, lalu mengubahnya jadi peluang ekonomi dan sumber daya baru.

“Harapan kami, Desa Kemuning bisa menjadi contoh. Bahwa membangun Indonesia berkelanjutan bisa dimulai dari desa, dari masalah sederhana yang diubah menjadi peluang, dan dari sinergi ilmu, mahasiswa, dan masyarakat,” tutup Fitri.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network