Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan ibadah haji. Kasus terbaru yang tengah ditangani lembaga antirasuah itu menyangkut dugaan jual beli kuota haji tambahan tahun 2024, di mana sejumlah jemaah baru bisa langsung berangkat tanpa harus masuk daftar tunggu resmi.
“Kuota haji diperjualbelikan kepada calon jemaah baru yang kemudian tanpa mengantre bisa langsung berangkat pada 2024. Hal ini jelas merugikan jemaah yang sudah lama menunggu,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Jumat (5/9/2025).
Sebagai catatan, Pemerintah Indonesia pada 2024 menerima tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah dari Kerajaan Arab Saudi. Dari jumlah itu, sebanyak 18.400 kursi (92%) dialokasikan untuk haji reguler di bawah pengelolaan Kementerian Agama (Kemenag). Sementara 1.600 kursi (8%) dialokasikan untuk haji khusus melalui asosiasi dan biro perjalanan haji/umrah.
Namun, menurut KPK, distribusi kuota haji khusus itulah yang rawan diselewengkan. Penyidik menemukan indikasi kuat bahwa sejumlah biro perjalanan menjual kursi haji khusus kepada jemaah yang sama sekali belum masuk antrean resmi.
“Jual beli kuota yang didalami penyidik adalah yang dilakukan para penyelenggara ibadah haji atau biro perjalanan, dan ini berdampak langsung pada jemaah yang sudah lama menunggu giliran,” jelas Budi.
Selain melacak peran biro perjalanan, KPK juga menelusuri dugaan adanya aliran dana ke oknum di Kemenag yang diduga ikut terlibat. Mekanisme ini disebut-sebut menjadi celah yang memungkinkan jemaah baru bisa berangkat lebih cepat dengan membayar biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
“Dari jual beli kuota itu, ada dugaan sejumlah uang mengalir ke pihak-pihak terkait di Kementerian Agama,” tambah Budi.
KPK menegaskan pihaknya sudah mengantongi bukti awal berupa dokumen, keterangan saksi, serta data transaksi keuangan. Kasus ini akan didalami lebih jauh untuk memastikan siapa saja pihak yang menerima keuntungan dari praktik ilegal tersebut.
Temuan KPK ini menambah daftar panjang masalah dalam tata kelola ibadah haji di Indonesia. Selama ini, antrean panjang yang bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun menjadi keluhan utama calon jemaah. Praktik jual beli kuota dianggap mencederai prinsip keadilan serta merugikan masyarakat yang sabar menunggu sesuai prosedur resmi.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar KPK tidak hanya menjerat pelaku dari kalangan biro perjalanan, tetapi juga membongkar peran oknum pejabat di lingkup pemerintah.(*)
Add new comment