Jambi – Terik matahari tak menyurutkan langkah ratusan mahasiswa dan masyarakat sipil yang sejak Jumat pagi (29/8/2025) berbondong-bondong menuju Gedung DPRD Provinsi Jambi. Jalanan depan gedung dewan berubah jadi lautan massa. Spanduk tuntutan dibentangkan, suara toa bersahutan, sementara yel-yel perjuangan menggema di tengah udara yang panas menyengat.
Aksi ini disebut lahir dari kekecewaan mendalam terhadap tindakan represif aparat dalam demonstrasi sebelumnya, yang menyebabkan seorang driver ojek online (ojol) terlindas kendaraan taktis Barakuda Brimob. Insiden itu menjadi pemicu solidaritas mahasiswa dan masyarakat yang menuntut pertanggungjawaban.
“Ini bukan sekadar solidaritas, ini panggilan hati nurani. Rakyat tidak bisa dibiarkan terus ditekan dengan kekerasan,” seru salah seorang mahasiswa melalui pengeras suara.
Dalam orasi yang disampaikan secara bergantian, massa merumuskan empat tuntutan utama:
1. Mengusut Tuntas Kasus Kekerasan Aparat
- Mendesak Kapolri dan Propam Polri melakukan investigasi terbuka dan transparan atas tindakan represif aparat hingga menewaskan ojol.
- Memproses hukum oknum yang terlibat, baik pelaku lapangan maupun atasan yang memberi komando.
2. Pertanggungjawaban terhadap Korban dan Keluarga
- Memberikan kompensasi, santunan, serta pemulihan hak kepada keluarga korban.
- Menjamin akses hukum, kesehatan, dan keadilan bagi pihak yang dirugikan.
3. Reformasi Polri yang Nyata, Bukan Retorika
- Mendesak Presiden RI dan DPR mempercepat agenda reformasi Polri.
- Evaluasi total penggunaan kendaraan taktis dan kekuatan berlebihan dalam pengamanan aksi massa.
4. Hentikan Represi terhadap Rakyat
- Menolak segala bentuk kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan terhadap rakyat yang menggunakan hak konstitusional menyampaikan pendapat.
- Menegakkan prinsip “Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat” sesuai amanat UU No. 2 Tahun 2002.
Di tengah aksi, sebagian massa duduk melingkar sambil menyanyikan lagu perjuangan. Yang lain tak henti-henti melontarkan orasi lantang. Sesekali, teriakan “Anggota dewan keluar! DPRD jangan sembunyi!” terdengar memecah barisan.
Beberapa mahasiswa bahkan mencoba mengetuk pagar DPRD, menuntut dialog terbuka. Namun, hingga sore menjelang, tak satu pun wakil rakyat keluar menemui demonstran. Situasi ini membuat emosi massa kian meninggi.
“Kalau DPRD tidak berani bicara dengan rakyat, apa gunanya kalian duduk di kursi dewan?” teriak seorang orator.
Sementara itu, aparat kepolisian dan Satpol PP tampak berjaga di balik pagar gedung. Mereka memasang barikade dengan tameng lengkap, mengantisipasi kemungkinan eskalasi. Suasana sempat memanas saat massa mendorong pagar dan melempar botol air mineral, namun situasi berhasil diredam oleh koordinator lapangan.
Meski demikian, tensi di sekitar gedung DPRD tetap tinggi. Polisi terlihat menambah jumlah personel untuk berjaga di titik-titik rawan sekitar kantor DPRD dan Kantor Gubernur Jambi.
Hingga berita ini diturunkan, massa masih bertahan. Mereka mempererat barisan, menegaskan tak akan pulang sebelum ada respons nyata dari DPRD maupun aparat terkait.
“Kami tidak akan mundur. Keadilan untuk korban harus ditegakkan. Represi rakyat harus dihentikan!” seru salah satu perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Jambi.
Aksi yang semula digelar sebagai solidaritas kini menjelma menjadi gerakan moral yang lebih besar: mempertanyakan arah demokrasi, menantang represi, dan menuntut negara benar-benar hadir melindungi warganya.(*)
Add new comment