Di Aula Perpustakaan Digital IAIN Kerinci, Rabu sore, 20 Agustus 2025, ratusan wajah muda duduk rapi di kursi yang disusun berderet. Sebagian masih membawa tas ransel hitam, sebagian lain sibuk memegang ponsel untuk mengabadikan momen. Di layar besar, terpampang tema kegiatan: “Mewujudkan Mahasiswa Berkarakter Pelopor Intelektual di Bidang Pendidikan dan Peradaban.”
Begitulah penutup Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2025. Dua hari penuh—sejak 19 Agustus—sebanyak 816 mahasiswa baru ditempa dalam ritus orientasi yang bukan sekadar perkenalan, melainkan gerbang awal memasuki dunia akademik.
“PBAK bukan seremoni,” tegas Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag, melalui sambutan virtual. “Ini adalah ruang adaptasi, membentuk integritas, menumbuhkan rasa memiliki terhadap almamater, dan menyiapkan generasi muda menghadapi isu strategis: moderasi beragama, digitalisasi pendidikan, hingga daya saing global.”
Di banyak kampus Islam negeri, PBAK lazim dianggap agenda rutin: sambutan pimpinan, pengenalan fakultas, hingga seremonial ucapan selamat datang. Namun di Kerinci, acara ini dikemas dengan napas berbeda.
Rektor IAIN Kerinci, Dr. Jafar Ahmad, M.Si., menyebut PBAK kali ini sebagai “awal komitmen.” Menurutnya, mahasiswa baru harus mampu membaca peluang di era digitalisasi. “Bukan hanya unggul akademik, tapi juga berkarakter, kreatif, dan tangguh menghadapi persaingan global,” katanya.
Dua wakil rektor menambahkan aksen. Faizin, Wakil Rektor I, mengingatkan soal pentingnya memahami kurikulum dan sistem akademik sejak dini. Sementara Halil Khusairi, Wakil Rektor III, menekankan keaktifan berorganisasi sebagai bekal kepemimpinan.
“Organisasi adalah laboratorium sosial,” ujar Halil. “Di situlah solidaritas tumbuh, dan kepemimpinan diuji.”
Selama dua hari, mahasiswa baru dijejali materi: dari literasi digital, moderasi beragama, hingga penguatan organisasi. Hari kedua ditutup dengan penampilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), refleksi pengalaman, dan pembacaan pesan-harapan mahasiswa.
Suasananya menyerupai festival intelektual mini. Di satu sudut, mahasiswa berdiskusi hangat tentang peluang beasiswa. Di sudut lain, UKM seni menampilkan musik akustik, sementara organisasi keagamaan mengajak mendaftar anggota baru.
“Semua dikemas agar mahasiswa merasa PBAK bukan beban, melainkan pintu masuk ke dunia baru,” kata seorang panitia.
PBAK di Kerinci mencerminkan satu hal: transformasi pendidikan tinggi Islam tidak bisa dilepaskan dari arus digitalisasi. Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya saat Hari Pendidikan Nasional, Mei lalu, menekankan pentingnya digital classroom. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 pun menegaskan revitalisasi satuan pendidikan berbasis teknologi.
IAIN Kerinci membaca pesan itu. Aula digital yang digunakan sebagai lokasi PBAK bukan sekadar gedung, melainkan simbol arah baru: dari kampus tradisional menuju universitas Islam yang terkoneksi global.
“Generasi emas 2045 tidak cukup hanya pandai membaca kitab atau buku teks,” kata Jafar Ahmad. “Mereka harus lincah dalam ekosistem digital, cakap teknologi, tapi tetap berakar pada nilai-nilai moderasi.”
Bagi 816 mahasiswa baru, PBAK 2025 bukan hanya ritus penyambutan. Ia adalah penanda transisi, dari dunia remaja sekolah ke dunia dewasa intelektual.
Kesan itu dirangkum dalam testimoni seorang mahasiswa baru yang diminta berbicara mewakili teman-temannya. “Kami datang dengan mimpi,” ucapnya. “Kami ingin belajar, berjuang, dan membawa nama baik almamater ke masa depan.”
Sorak tepuk tangan pun pecah. Di ruangan itu, PBAK menjelma semacam “baiat akademik”: mahasiswa berjanji, kampus memberi jalan, dan zaman menuntut kesigapan.
Penutupan PBAK 2025 menjadi penanda bahwa IAIN Kerinci tak sekadar melahirkan sarjana agama, melainkan calon intelektual yang siap bersaing di kancah global.(*)
Add new comment