Jambi – Ribuan narapidana di Provinsi Jambi mendapat kado kemerdekaan dari negara. Dalam momentum peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, sebanyak 3.768 warga binaan pemasyarakatan (WBP) diusulkan menerima remisi atau pengurangan masa hukuman.
Dari jumlah tersebut, 3.723 napi masuk kategori remisi umum I berupa pengurangan hukuman sebagian, sementara 45 napi lainnya diusulkan remisi umum II, yang berarti langsung bebas dan bisa pulang ke keluarga masing-masing.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Jambi, Hidayat, menyebut pemberian remisi ini adalah bagian dari hak warga binaan yang memenuhi syarat administratif dan berkelakuan baik.
“Remisi ini bukan hadiah cuma-cuma, melainkan bentuk penghargaan atas perilaku baik napi selama menjalani masa pidana. Dari total 3.768 usulan, 45 di antaranya bisa langsung menghirup udara bebas,” ujar Hidayat, Jumat (15/8/2025).
Dalam kategori remisi umum I, ribuan napi akan mendapat potongan masa hukuman dengan rincian:
- 699 napi → potongan 1 bulan
- 742 napi → potongan 2 bulan
- 972 napi → potongan 3 bulan
- 705 napi → potongan 4 bulan
- 495 napi → potongan 5 bulan
- 110 napi → potongan 6 bulan
Dengan demikian, sebagian besar napi akan bisa keluar lebih cepat dari jadwal semula jika tetap berkelakuan baik.
Sementara untuk kategori remisi umum II, sebanyak 45 napi akan langsung bebas. Rinciannya:
- Lapas Jambi: 19 orang
- Lapas Sarolangun: 1 orang
- Lapas Bungo: 5 orang
- Lapas Tebo: 1 orang
- Lapas Kuala Tungkal: 7 orang
- Lapas Muara Bulian: 10 orang
- Lapas Muara Sabak: 1 orang
- Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Muara Bulian: 1 orang
Remisi umum II biasanya diberikan bagi napi yang telah menjalani masa pidana cukup lama, tidak melanggar aturan, serta dinilai siap kembali ke masyarakat.
Selain itu, Kanwil Ditjenpas Jambi juga mengusulkan 4.028 napi untuk mendapat remisi Dasawarsa, yaitu pengurangan hukuman khusus setiap 10 tahun peringatan HUT RI.
“Termasuk enam orang yang mendapat remisi tambahan karena perilakunya dianggap sangat baik, memberi dampak positif bagi Lapas dan juga negara,” ungkap Hidayat.
Pemberian remisi diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) yang berlaku. Remisi biasanya diberikan pada hari besar nasional seperti 17 Agustus, Idul Fitri, dan Natal.
Namun, tidak semua napi bisa mendapat remisi. Bagi napi kasus tertentu, seperti korupsi, narkotika dengan vonis tinggi, maupun kejahatan berat, ada syarat tambahan berupa justice collaborator atau rekomendasi dari instansi terkait.
Selain sebagai bentuk penghargaan, pemberian remisi juga berdampak langsung pada pengurangan beban Lapas yang selama ini dikenal kelebihan kapasitas.
“Dengan adanya remisi, jumlah penghuni Lapas berkurang secara bertahap. Ini membantu manajemen pemasyarakatan agar lebih efektif,” kata seorang pejabat Lapas Jambi yang enggan disebutkan namanya.
Di sisi lain, remisi juga memberi harapan baru bagi keluarga napi. Puluhan orang akan langsung bebas, artinya bisa kembali mencari nafkah, mendukung keluarga, dan beradaptasi di tengah masyarakat.
Meski secara hukum remisi adalah hak napi, sebagian masyarakat masih kerap mengkritisi pemberian remisi kepada pelaku kejahatan tertentu.
“Kalau napi narkoba masih terus dikasih remisi, nanti efek jera berkurang. Harus ada pembatasan,” ujar Rudi, warga Kota Jambi, saat dimintai tanggapannya.
Namun bagi keluarga napi yang mendapat remisi, hal ini tentu jadi kabar bahagia. “Syukur Alhamdulillah, suami saya bisa pulang lebih cepat. Anak-anak sudah lama menunggu,” kata Siti, istri salah satu napi Lapas Muara Bulian.
Remisi tahun ini kembali menjadi momentum refleksi: negara memberikan ruang kedua bagi warganya yang pernah tersandung hukum. Ribuan napi Jambi mendapat pengurangan hukuman, sementara puluhan orang bisa langsung bebas.(*)
Add new comment