Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di ibu kota, Rabu (13/8/2025). Kali ini, sasaran penindakan menyasar jajaran direksi PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V, anak usaha Perum Perhutani yang bergerak di bidang pengelolaan hutan, bersama pihak swasta. Penangkapan ini diduga terkait kasus suap pemberian izin pemanfaatan kawasan hutan.
Kabar OTT ini dikonfirmasi langsung oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.
“Ya, di Jakarta,” singkatnya kepada wartawan saat dimintai keterangan, Rabu petang.
Meski belum memerinci jumlah orang yang ditangkap, Fitroh membenarkan bahwa yang terjaring adalah pejabat BUMN dan pihak swasta. Ia juga mengisyaratkan bahwa perkara ini menyangkut perizinan pemanfaatan hutan yang menjadi kewenangan PT Inhutani V, salah satu BUMN sektor kehutanan yang mengelola izin konsesi di sejumlah provinsi.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang KPK, lembaga antikorupsi memiliki waktu 1x24 jam sejak penangkapan untuk melakukan pemeriksaan intensif dan menentukan status hukum para pihak yang terjaring. Status resmi—baik penetapan tersangka maupun pembebasan—akan diumumkan melalui konferensi pers resmi di Gedung Merah Putih KPK.
Seorang sumber internal di KPK menyebut, OTT ini merupakan hasil pengembangan dari penyelidikan lama terkait indikasi permainan izin pemanfaatan hutan yang melibatkan korporasi swasta. “Kami mendalami dugaan adanya transaksi yang mempengaruhi penerbitan atau perpanjangan izin,” ujar sumber tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
PT Inhutani V merupakan bagian dari holding Perhutani yang bergerak di sektor pengusahaan hasil hutan, mulai dari kayu, hasil hutan bukan kayu, hingga jasa lingkungan. Perusahaan ini memegang izin kelola di berbagai wilayah hutan produksi di Kalimantan, Sumatera, hingga Sulawesi.
Karena memegang konsesi besar, Inhutani V memiliki peran strategis dalam pemanfaatan sumber daya alam negara. Hal ini membuat proses perizinannya rawan menjadi lahan permainan jika tidak diawasi secara ketat.
Pengamat kebijakan kehutanan dari Indonesian Forest Governance Forum (IFGF), Adi Firmansyah, menilai kasus yang menjerat Inhutani V mengingatkan publik pada berbagai modus lama di sektor kehutanan.
“Modusnya biasanya berupa fee atau komisi agar izin pemanfaatan hutan dipercepat, dipermudah, atau diperpanjang. Celahnya ada pada proses administrasi dan penilaian kelayakan izin,” jelas Adi.
Menurutnya, jika benar terbukti ada suap, kasus ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi memicu kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang tidak sesuai prinsip keberlanjutan.
Kabar OTT ini memicu beragam respons di media sosial. Banyak warganet yang menyoroti praktik korupsi di BUMN sektor sumber daya alam, yang seharusnya menjadi benteng pengelolaan aset negara secara berkelanjutan.
KPK sendiri belum membeberkan barang bukti yang diamankan. Namun, Fitroh menegaskan bahwa seluruh proses penindakan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Kami akan sampaikan secara lengkap pada saat konferensi pers,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, KPK dijadwalkan mengumumkan hasil pemeriksaan OTT ini pada Kamis (14/8/2025) sore. Jika terbukti ada tindak pidana korupsi, para pihak yang terlibat akan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK.
Kasus ini menjadi sinyal keras bahwa praktik suap di sektor kehutanan tetap menjadi salah satu fokus pengawasan KPK, mengingat nilai ekonominya yang besar dan dampak strategisnya bagi negaara.(*)
Add new comment