Musim Tanam Tertunda, Ribuan Hektar Sawah di Sungai Penuh Masih Dikepung Genangan

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
IST

Sungai Penuh, Jambi – Ribuan petani di Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi, kembali menelan pil pahit. Musim tanam padi tahun ini dipastikan tertunda, bahkan sebagian besar gagal total. Penyebabnya bukan karena kemarau, melainkan genangan air yang tak kunjung surut sejak banjir besar menghantam kawasan ini pada akhir 2024.

Wali Kota Sungai Penuh, Alfin, mengungkapkan bahwa sebanyak 1.470 hektar sawah milik warga masih tergenang air, membuat para petani tak dapat menggarap lahan mereka hingga kini.

“Genangan pasca-banjir masih bertahan di tiga kecamatan utama. Petani tak punya pilihan selain menunda musim tanam,” ujar Alfin, Senin (28/7/2025), saat meninjau wilayah terdampak.

Wilayah yang paling terdampak adalah Kecamatan Kumun Debai, Hamparan Rawang, dan Tanah Kampung — yang dikenal sebagai sabuk pangan Kota Sungai Penuh.

Genangan air tak hanya menutup pematang sawah, tapi juga mematikan mata pencaharian ribuan petani. Di lapangan, tak sedikit yang mulai merombak lahan menjadi kolam ikan atau membiarkannya menganggur.

“Saya biasanya tanam dua kali setahun, sekarang satu pun belum bisa. Airnya tak kunjung surut,” ungkap M. Rizki, petani di Kumun Debai, dengan nada kecewa.

Menurut catatan resmi Pemerintah Kota Sungai Penuh, dari total 3.500 hektar lahan sawah, hanya 2.030 hektar yang masih bisa digarap. Sisanya—seperti mati suri.

“Kalau dibiarkan terus, bukan cuma panen yang gagal. Harga beras lokal bisa melonjak dan petani makin miskin,” ujar Zulkifli, penyuluh pertanian di Hamparan Rawang.

Menghadapi kondisi ini, Pemerintah Kota Sungai Penuh menyatakan telah menjalin komunikasi aktif dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian PUPR.

Fokus utamanya adalah program normalisasi sungai dan perbaikan sistem drainase yang selama ini dinilai kurang optimal dalam mengatasi limpasan air saat hujan ekstrem.

“Kami ingin solusi permanen. Bukan sekadar bantuan benih atau pupuk. Yang dibutuhkan petani adalah jaminan lahan mereka tidak terus-menerus tergenang setiap musim hujan,” tegas Wali Kota Alfin.

Ia menyebutkan Sungai Batang Merao dan anak sungainya akan menjadi prioritas dalam skema revitalisasi aliran air.

Kondisi ini menjadi alarm serius bagi ketahanan pangan lokal. Krisis iklim kini tak lagi berupa ancaman abstrak, tapi hadir nyata dalam bentuk genangan air yang mengubur sawah-sawah rakyat.

Koalisi masyarakat sipil mendesak agar kebijakan pertanian tidak lagi bersifat reaktif dan insidental.

“Kalau hanya bagi-bagi bibit tiap tahun, itu pemadam kebakaran. Yang dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur air dan penguatan petani dalam menghadapi cuaca ekstrem,” ujar Yudi Pranata dari LSM Petani Sejahtera.


Dari pinggiran pematang yang masih digenangi lumpur, para petani Sungai Penuh menanti air surut dan musim tanam kembali dimulai. Tapi waktu tak selalu menunggu. Jika kebijakan lamban dan alam tak bersahabat, maka krisis pangan bukan mustahil jadi kenyataan.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network