JAMBI – Sungai Batanghari, urat nadi masyarakat Kota Jambi, kini menunjukkan wajah lain: kerontang dan menyusut. Debit air di pintu air Tanggo Rajo, Kasang, Jambi Timur, terpantau turun hingga enam meter dari permukaan normal pada Sabtu (19/7/2025). Musim kemarau yang menggigit sejak April silam mulai menunjukkan dampaknya.
Bukaan pintu air yang biasanya menandai batas aman debit, kini hanya jadi penanda bahwa permukaan air sudah jauh di bawah ambang.
“Sudah tiga bulan lebih air terus turun. Biasanya sampai ke tangga ini, sekarang tinggal lumpur,” ucap Amran (52), seorang penjaja minuman di pelataran tangga air Tanggo Rajo.
Nelayan tradisional dan pemancing harian mulai gigit jari. Banyak dari mereka harus mengayuh lebih jauh ke arah hilir, bahkan hingga ke kawasan Mendalo dan Muaro Kumpeh, demi mendapatkan tangkapan.
“Biasanya dekat sini saja sudah bisa narik jaring. Sekarang kosong. Ikan pada lari ke tengah atau ke hilir,” keluh Sopian (38), seorang nelayan jaring warga Tahtul Yaman.
Dampaknya bukan hanya pada nelayan. Pedagang ikan di pasar-pasar tradisional juga mulai mengeluh karena pasokan menipis dan harga mulai naik diam-diam.
Meski air surut tajam, aktivitas ketek penyeberangan masih berlangsung. Namun, cuaca panas menyengat membuat banyak warga menghindari perjalanan siang hari.
“Pagi rame, sore juga. Tapi siang bolong sepi. Panasnya bukan main,” kata Musril (45), seorang juru mudi ketek yang sudah 20 tahun melayani warga di alur sungai Batanghari.
Warga mulai membandingkan situasi ini dengan kemarau besar yang terjadi 10 tahun lalu.
“Kalau air kayak gini terus sampai Agustus, bisa-bisa kayak 2015. Sumur-sumur warga kering, kebakaran hutan di mana-mana. Mudah-mudahan nggak separah itu,” harap Rina (34), warga Kasang yang tinggal tak jauh dari bantaran sungai.
Sejumlah warga meminta agar pemerintah mulai menyiapkan langkah mitigasi. Terutama untuk kebutuhan air bersih dan antisipasi kebakaran lahan.
“Kami butuh air, bukan cuma untuk minum tapi juga buat usaha kecil. Kalau kemarau panjang, semua ikut susah,” tutur Pak Umar (60), pengelola warung makan dekat dermaga ketek.
Batanghari bukan hanya soal air dan transportasi. Ia adalah denyut sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Jambi. Saat ia menyusut, kehidupan pun ikut merapat.
Dengan prediksi cuaca panas ekstrem masih akan berlanjut hingga Oktober, warga berharap Sungai Batanghari tak hanya menjadi pemandangan surut, tapi juga menjadi peringatan bahwa krisis bisa datang dari hal yang terlihat biasa.(*)
Add new comment