Tebo, Jambi – Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali mengintai Kabupaten Tebo. Menyikapi prediksi puncak musim kemarau pada pertengahan tahun, Pemerintah Kabupaten Tebo resmi menetapkan status Siaga Darurat Karhutla selama tiga bulan ke depan, terhitung sejak awal Juni hingga akhir Agustus 2025.
Langkah cepat ini diumumkan Minggu (8/6/2025), menyusul rekomendasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Provinsi Jambi yang memprediksi musim kemarau tahun ini berlangsung lebih kering dan panjang dari tahun sebelumnya.
Plt Kalaksa BPBD Tebo, Ahmad Roni, menyampaikan bahwa kebijakan status siaga darurat diambil setelah koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jambi dan stakeholder lainnya dalam rapat tertutup yang digelar pekan lalu.
"Jika kita berkaca dari data 2023 dan 2024, bulan Juni hingga Agustus adalah puncak musim kemarau. Ini masa paling rawan. Kami tidak ingin kecolongan," kata Roni.
Ia menegaskan, mulai pekan ini, Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Tebo akan melakukan patroli intensif ke seluruh wilayah rawan karhutla, terutama desa-desa berbatasan dengan lahan perusahaan sawit dan perkebunan HTI.
Dalam arahannya, BPBD meminta seluruh perusahaan pemegang konsesi, baik perkebunan maupun kehutanan, untuk segera menyiagakan personel pemadam internal, menyiapkan alat pemadam darurat, serta memastikan menara pemantau api berfungsi optimal.
"Kami tidak ingin ada alasan 'kebakaran datang tiba-tiba'. Setiap perusahaan sudah tahu siklusnya. Maka kami minta kesiapan penuh, karena tanggung jawab hukum juga melekat jika lalai," tegas Roni.
Sementara kepada masyarakat, imbauan keras kembali digaungkan agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Selain memicu bencana kabut asap, praktik tersebut melanggar UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan.
Kabupaten Tebo merupakan salah satu wilayah dengan kawasan hutan terluas di Provinsi Jambi, namun juga menjadi salah satu daerah dengan tingkat konflik agraria dan ekspansi sawit tertinggi. Situasi ini menciptakan kerentanan luar biasa terhadap karhutla, terutama di zona penyangga hutan produksi dan area konsesi perusahaan yang belum sepenuhnya terkelola secara baik.
Laporan WALHI Jambi pada 2024 mencatat, lebih dari 6.000 hektare lahan di Tebo terbakar dalam dua tahun terakhir, sebagian besar terjadi di area yang beririsan antara konsesi sawit dan tanah masyarakat adat.(*)
Add new comment