SAROLANGUN – Kabupaten Sarolangun tengah menghadapi ironi dalam upaya pemenuhan gizi anak. Di satu sisi, angka kasus stunting tahun 2025 meningkat signifikan menjadi 692 kasus—naik tajam dari 558 kasus di 2024, dan 406 kasus pada 2023. Namun di sisi lain, Sarolangun tetap tercatat sebagai kabupaten dengan prevalensi stunting terendah di Provinsi Jambi.
"Naik memang, tapi dalam konteks provinsi, kita tetap berada di posisi terendah. Ini jadi catatan sekaligus dorongan untuk bekerja lebih terukur," ujar Kepala Dinas PPKB Sarolangun, Jupri, saat merilis data, Rabu (4/6/2025).
Data tersebut bersumber dari sistem Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), serta hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang mencatat prevalensi stunting Sarolangun naik dari 4,8 persen menjadi 6,6 persen.
Penanganan stunting kini menjadi perhatian utama duet kepala daerah baru, H. Hurmin – Gerry Trisatwika. Dalam 100 hari kerja awalnya, pasangan ini langsung mengesahkan pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), sebagai garda terdepan penanggulangan gizi buruk di desa-desa.
“Kami tak ingin stunting hanya jadi agenda kertas. Ini menyangkut masa depan generasi kita. Kita akan turun langsung hingga ke dusun,” tegas Bupati Hurmin.
Jupri mengingatkan, lonjakan angka stunting adalah cermin dari tantangan lapangan yang kompleks: mulai dari pola asuh, akses gizi, sanitasi, hingga kemiskinan struktural.
“Butuh intervensi yang konkret, bukan sekadar sosialisasi. Kita perlu gerakan terpadu dari semua lini: pemerintah, tokoh agama, kader posyandu, dan masyarakat,” tambahnya.
Sarolangun memang terdepan secara statistik, namun tantangan lapangan tidak bisa diselesaikan dengan klaim semata. Ini adalah alarm dini agar perhatian pada gizi anak tidak kendur. (*)
Add new comment