MUARABUNGO –Tinggal menghitung hari menuju Idul Adha 1446 Hijriah, warga Kabupaten Bungo, Jambi, justru dihadapkan pada kenyataan pahit: harga beras meroket tajam di tengah kebutuhan pangan yang meningkat. Lonjakan ini memukul daya beli masyarakat, terutama kalangan ekonomi lemah, dan memunculkan keresahan luas di pasar.
Pantauan di Pasar Atas Bungo menunjukkan bahwa kenaikan harga bukan sekadar fluktuasi biasa, melainkan gejala krisis pasokan yang nyata. Nasir, seorang pedagang beras yang telah 15 tahun berdagang di Bungo, mengaku lonjakan kali ini terasa lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Stok di distributor mulai tipis, permintaan dari warga tinggi. Ini hukum pasar, tapi rakyat yang jadi korban,” kata Nasir, Minggu (25/5/2025).
Data lapangan menunjukkan angka yang mencemaskan:
- Beras Belida ukuran 10 kg kini Rp156.000, naik dari rata-rata Rp135.000.
- Ukuran 20 kg bahkan menembus Rp300.000 lebih.
- Beras Lele 10 kg sekarang Rp150.000, sementara merek BVS naik jadi Rp153.000 per 10 kg.
Warga kecil seperti Zuhairah, ibu rumah tangga yang ditemui di lokasi, hanya bisa pasrah. Ia mengaku, untuk keluarga dengan tiga anak, lonjakan harga ini sangat menyulitkan.
“Beras ini bukan makanan mewah, ini kebutuhan harian. Kalau terus naik begini, kami mau makan apa?” ujarnya lirih.
Warga dan pedagang mendesak agar Pemerintah Daerah Bungo maupun Pemerintah Provinsi Jambi segera turun tangan. Distribusi cadangan beras pemerintah (CBP) melalui operasi pasar, serta penguatan distribusi SPHP oleh Bulog, dianggap mutlak dibutuhkan.
Namun, hingga kini belum ada langkah konkret dari otoritas yang terlihat di lapangan.
“Kita tidak butuh wacana, kita butuh aksi. Jangan tunggu warga antri dan berebut beras murah baru pemerintah bertindak,” kata seorang tokoh pemuda di pasar tersebut.
Jika dibiarkan, kenaikan harga beras bisa menjadi pemantik ketidakstabilan sosial, terutama di momen penting seperti Idul Adha. Konsumsi masyarakat yang meningkat menjelang hari besar keagamaan seharusnya diantisipasi melalui kebijakan distribusi dan intervensi harga sejak jauh hari.
Saatnya pemerintah bertindak sebelum nasi benar-benar menjadi bubur.(*)
Add new comment