MUARA BULIAN – Ramadan kali ini membawa nuansa berbeda bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Muara Bulian, Kabupaten Batanghari. Bukan sekadar menjalani ibadah di balik jeruji, mereka kini berkesempatan menjadi pengkhotbah dan pemimpin keagamaan dalam program pesantren kilat yang digelar selama bulan suci ini.
Lapas yang selama ini dikenal sebagai tempat pembinaan para narapidana, kini benar-benar menegaskan perannya dalam mencetak perubahan bagi penghuninya. Jika sebelumnya ceramah agama diisi oleh ustaz atau penceramah dari luar, kali ini para narapidana sendiri yang didaulat menjadi imam, penceramah, dan guru agama.
Kepala Lapas Kelas II B Muara Bulian, Dede Mulyadi, mengatakan bahwa Ramadan adalah momen emas untuk refleksi diri bagi warga binaan. Oleh karena itu, pihak lapas menginisiasi program pesantren kilat dengan konsep "pembinaan oleh sesama warga binaan".
"Kami ingin menciptakan suasana Ramadan yang penuh keberkahan. Warga bi naan yang memiliki latar belakang pendidikan agama akan berperan lebih aktif, mulai dari menjadi imam salat, memberikan tausiyah, hingga mengajar membaca Alquran," ujar Dede, Senin (3/3/2025).
Keputusan melibatkan warga binaan sebagai pemimpin keagamaan bukan hanya sebagai upaya efisiensi anggaran, tetapi juga sebagai bentuk kepercayaan bahwa mereka masih bisa berubah dan memberi manfaat bagi sesama.
"Biasanya kami mengundang penceramah dari luar. Tapi tahun ini, kami percaya bahwa banyak di antara mereka yang memiliki ilmu agama cukup untuk berbagi dan membimbing sesama," tambahnya.
Program pesantren kilat ini tidak hanya menjadi sarana ibadah, tetapi juga ajang transformasi karakter. Berikut kegiatan utama dalam program ini:
🔹 Belajar dan memperbaiki bacaan Alquran
🔹 Pelatihan menjadi imam salat dan khatib Jumat
🔹 Kelas dakwah dan tausiyah agama
🔹 Pendidikan akidah, fikih, dan akhlak
🔹 Latihan menghafal Alquran (tahfiz) bagi yang berminat
Pesantren kilat ini berlangsung setiap hari setelah salat Subuh, Zuhur, Ashar, dan Tarawih, memastikan bahwa Ramadan benar-benar menjadi bulan pembinaan bagi warga binaan.
Kebijakan ini disambut baik oleh warga binaan, yang mengaku merasa lebih dihargai dan memiliki kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
"Kami bersyukur bisa menjalani Ramadan dengan cara yang lebih bermakna. Ini bukan hanya sekadar program, tapi juga kesempatan untuk benar-benar berubah," ujar salah satu warga binaan yang menjadi pengajar dalam pesantren kilat ini.
Selain kegiatan keagamaan, Lapas Muara Bulian juga menyediakan takjil dan makanan berbuka puasa, memastikan bahwa ibadah puasa dapat dijalani dengan baik meski di dalam penjara.
Dede Mulyadi berharap program ini dapat membantu warga binaan menemukan jati diri mereka yang lebih baik, sehingga saat bebas nanti, mereka bisa menjadi bagian dari masyarakat yang bermanfaat.
"Kami ingin mereka kembali ke masyarakat dengan bekal keimanan yang kuat, sehingga tidak lagi terjerumus dalam tindakan kriminal. Ini adalah kesempatan untuk hijrah menuju kehidupan yang lebih baik," tutupnya.
Ramadan di Lapas Muara Bulian bukan sekadar rutinitas keagamaan, tapi juga awal dari perjalanan spiritual bagi mereka yang ingin memperbaiki diri. Penjara bukan akhir segalanya, melainkan titik balik menuju kehidupan baru yang lebih berarti.(*)
Add new comment