Di Balik Kebun Karet: Perjuangan Siswa Mencari Sinyal untuk Masa Depan

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Daerah
Ilustrasi Jambi Satu

Di tengah hutan karet yang sunyi di Desa Meranti Baru, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, suara-suara kecil bergema. Suara itu bukan dari pekerja karet yang sibuk menyadap getah, melainkan dari sekelompok siswa yang berusaha keras menghubungkan diri mereka dengan dunia luar. Mereka adalah siswa-siswi dari MTS Raudatut Tholibin, yang terpaksa meninggalkan kenyamanan ruang kelas untuk mencari sinyal internet di kebun karet demi mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).

Pemandangan ini bukanlah cerita fiksi atau adegan dari sebuah film, tetapi kenyataan pahit yang dihadapi oleh para siswa di desa terpencil ini. Di era di mana teknologi seharusnya memudahkan proses belajar, mereka justru harus berjuang keras hanya untuk mendapatkan akses internet yang layak. Foto-foto perjuangan mereka yang tersebar di media sosial, pertama kali dipublikasikan oleh akun Instagram @Kabarjambiupdate pada Selasa, 10 September 2024, menggambarkan betapa ironisnya situasi pendidikan di daerah yang terabaikan.

Dalam foto-foto tersebut, terlihat jelas siswa-siswi bersama guru mereka, mencari sinyal di tengah kebun karet. Mereka duduk di atas tanah yang lembab, memegang ponsel dan laptop, mencoba menangkap sinyal yang tersebar tipis di udara. ANBK, sebuah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek), seharusnya menjadi alat untuk mengukur kemampuan siswa dengan teknologi modern. Namun, bagi mereka, program ini menjadi simbol dari keterbatasan yang menjerat kehidupan mereka sehari-hari.

"Pihak sekolah berharap pemerintah setempat bisa membantu memfasilitasi sinyal internet agar siswa tidak perlu keluar sekolah lagi," demikian bunyi keterangan dalam unggahan tersebut. Harapan yang sederhana, namun di tengah kondisi yang ada, harapan ini tampak begitu sulit terwujud.

Keterbatasan akses internet di desa-desa seperti Meranti Baru bukanlah hal baru. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jambi, pada tahun 2020, ada 70 desa yang masih bergantung pada sinyal 2.5G/E/GPRS untuk telepon seluler. Lebih buruk lagi, 20 desa lainnya bahkan tidak memiliki akses sinyal seluler sama sekali. Meskipun pada tahun 2021, kondisi ini sedikit membaik dengan jumlah desa tanpa sinyal berkurang menjadi 14, masih ada 86 desa yang hanya memiliki akses sinyal 2.5G.

Jaringan GPRS, atau teknologi 2.5G, dengan kecepatan transfer data antara 56 Kbps hingga 115 Kbps, sangat terbatas dibandingkan dengan teknologi 4G yang umum di perkotaan, yang mampu memberikan kecepatan hingga 1000 Mbps. Perbedaan ini tidak hanya membuat masyarakat di desa-desa tersebut kesulitan mengakses layanan digital, tetapi juga menempatkan mereka pada posisi yang tidak menguntungkan dalam mengikuti perkembangan zaman.

Di tengah keterbatasan ini, para siswa MTS Raudatut Tholibin harus menghadapi kenyataan bahwa pendidikan mereka—yang seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik—terhalang oleh masalah infrastruktur yang belum terselesaikan. Mereka adalah bagian dari masyarakat yang terlupakan, yang harus berjuang dua kali lebih keras hanya untuk mendapatkan hak yang seharusnya mereka miliki.

Namun, di balik kesulitan ini, terlihat semangat yang tak padam. Siswa-siswi itu, meskipun harus belajar di bawah pohon karet, tetap berusaha mengikuti ANBK dengan tekun. Mereka adalah cerminan dari anak-anak yang tidak menyerah pada keadaan, yang percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib mereka, meskipun jalannya penuh dengan tantangan.

Kisah mereka adalah pengingat bagi kita semua bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua anak di negeri ini mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan. Di antara pohon karet yang sunyi, terdengar suara-suara kecil yang berharap—semoga suatu hari, mereka tidak perlu lagi mencari sinyal di kebun karet, tetapi bisa belajar dengan nyaman di ruang kelas yang layak, dengan akses internet yang memadai. Hingga saat itu tiba, perjuangan mereka akan terus bergema, menuntut perhatian dan tindakan nyata dari mereka yang berwenang.

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network