Jakarta - Penyakit asam lambung, atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), kini bukan lagi monopoli orang tua. Fenomena banyaknya anak muda yang mengeluh asam lambung naik menjadi sorotan. Sebuah penjelasan mengejutkan mengungkap, bukan hanya soal telat makan atau pola hidup tak sehat, tapi juga "persepsi" bisa jadi pemicu utama.
Menurut Ade Rai dalam sebuah sesi "Kelas Pakar" yang beredar di YouTube, banyak anak muda menjadikan asam lambung sebagai alasan untuk menghindari aktivitas sehat, seperti olahraga atau puasa. Namun, Ade Rai meluruskan, kondisi ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh cara kita memandang sesuatu.
Ade Rai menjelaskan bahwa persepsi adalah "palang pintu" sistem kekebalan tubuh kita, berfungsi sebagai "komando center" yang memberikan instruksi. Ketika seseorang mengasosiasikan sesuatu—misalnya puasa atau telat makan—sebagai ancaman, tubuh akan merespons dengan "stress response" atau fight or flight.
"Ketika kita mengasosiasikan sesuatu sebagai ancaman, maka responnya akan stress respon yang terjadi itu disebut namanya fight or flight," kata Ade Rai.
Sebaliknya, jika kita mengasosiasikan hal tersebut sebagai sesuatu yang menyenangkan atau menguatkan, maka tubuh akan mengaktivasi "relax response" atau rest and digest. Dalam kondisi rileks, tubuh mampu memproduksi asam lambung (hydrochloric acid) yang cukup dan berfungsi optimal untuk mencerna makanan.
Salah satu miskonsepsi yang sering terjadi adalah anggapan bahwa asam lambung naik karena produksi asam yang berlebihan. Ade Rai meluruskan, "asam lambung naik itu adalah bukan kenaikan karena produksinya asam lambungnya terlalu berlebihan bukan, tapi kenaikan dalam hal ini adalah karena perpindahan lokasi dari bawah naik ke atas".
Fenomena ini dikenal sebagai refluks atau GERD, di mana katup di ujung pipa makanan (esofagus) sebelum masuk ke lambung tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, asam lambung berpindah dari lambung naik ke esofagus, menimbulkan sensasi panas atau heartburn. Kemampuan tubuh memproduksi asam lambung yang cukup adalah kunci agar katup ini bisa menutup rapat.
Ade Rai memberikan contoh menarik dari ibadah puasa Ramadan. Banyak orang dengan masalah asam lambung tetap bisa menjalankan puasa dengan baik karena mereka mengasosiasikannya sebagai ibadah yang menguatkan. Namun, di luar Ramadan, ketika diminta puasa, persepsi ancaman justru muncul, menyebabkan asam lambung kumat.
"Kalau seandainya di bulan Ramadan itu semua kaum muslimin dan muslimah itu yang punya masalah asam lambung harusnya enggak bisa menjalankan ibadah, tapi ternyata bisa," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah asam lambung ini, Ade Rai menyarankan dua hal utama:
- Minimalisasi Stres: Mengurangi stres sangat penting karena stres memicu stress response yang mengganggu produksi asam lambung dan kerja katup.
- Pola Makan Pendukung: Mengonsumsi makanan fermentasi dan cuka apel yang dicampur air sebelum makan dapat membantu.
Edukasi yang tepat dan pemahaman yang kuat tentang bagaimana tubuh bekerja menjadi "amunisi" untuk mengubah persepsi kita. Dengan pemahaman yang tinggi dan keyakinan yang positif, ancaman asam lambung dapat berubah menjadi kekuatan untuk hidup lebih sehat.(*)
Add new comment