Produksi Minyak RI Hampir Capai Target, ExxonMobil dan Sumur Rakyat Jadi Kunci

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

JAKARTA – Pemerintah memastikan penetapan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam RAPBN 2026 dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa ketidakakuratan asumsi ICP bisa memicu deviasi fiskal serius, yang berdampak langsung terhadap postur APBN.

"Pemerintah menetapkan rentang asumsi ICP dengan hati-hati, agar tidak menjadi sumber deviasi fiskal yang terlalu besar. Asumsi harga minyak akan sangat mempengaruhi proyeksi pendapatan negara, belanja subsidi, dan kompensasi energi,” ujar Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, Selasa (1/7/2025) di Jakarta.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan rentang harga ICP antara USD 60 hingga USD 80 per barel, lebih konservatif dari usulan Fraksi PKB yang mendorong rentang USD 65–85 per barel.

Sri Mulyani menjelaskan, ICP sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel global seperti:

  • Stabilitas politik di kawasan Timur Tengah
  • Kebijakan produksi negara-negara OPEC
  • Proyeksi permintaan energi global, khususnya dari Tiongkok
  • Arah transisi energi menuju energi bersih secara global

Menurutnya, dinamika tersebut membuat harga minyak dunia sangat fluktuatif, sehingga pemerintah tak bisa sembarangan menetapkan asumsi.

Sementara itu, untuk mendukung proyeksi penerimaan negara dari sektor energi, pemerintah melalui SKK Migas terus menggenjot produksi minyak nasional. Target lifting minyak dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar 605.000 barel per hari (bph), dan sejauh ini sudah hampir tercapai.

Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, mengungkapkan bahwa hingga Mei 2025, realisasi lifting minyak telah mencapai 567.900 bph, atau sekitar 94 persen dari target. Ia optimistis target bisa terlampaui pada Juli mendatang.

“Tambahan produksi 30.000 bph dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di Bojonegoro akan menjadi pendorong utama untuk melampaui target,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI.

Djoko juga memaparkan tiga skenario proyeksi lifting nasional hingga akhir 2025:

  • Low case: 601.296 bph
  • Mid case: 634.807 bph
  • High case: 641.807 bph

Untuk mencapai skenario ideal, SKK Migas menjalankan beberapa strategi simultan.

Salah satu strategi utama adalah penundaan jadwal perawatan fasilitas produksi ExxonMobil hingga Januari 2026. Jika perawatan dilakukan sekarang, lifting bisa turun drastis hingga 580.000 bph.

“Penundaan ini penting agar produksi tidak anjlok jelang akhir tahun. Apalagi kita berharap sumur-sumur masyarakat bisa mulai produksi maksimal pada awal 2026,” kata Djoko.

Langkah lain adalah membuka kembali sumur-sumur lama ExxonMobil. “Empat sumur tambahan sudah mulai dibuka minggu ini. Tambahannya sekitar 30.000 bph, dan ini akan sangat membantu untuk mengisi gap (selisih) dengan target APBN,” ujarnya.

Di sisi lain, proyek-proyek sumur rakyat yang tengah disiapkan juga akan mulai onstream pada September 2025, jika tidak ada kendala. Ini akan menambah cadangan lifting nasional secara signifikan.

Menyadari bahwa sektor energi menjadi salah satu penentu utama belanja negara, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah juga terus mendorong percepatan eksplorasi dan investasi di sektor hulu migas.

Langkah-langkah yang diambil meliputi:

  • Pemberian insentif fiskal eksplorasi
  • Penyederhanaan izin usaha
  • Evaluasi keekonomian proyek migas
  • Kerja sama lintas kementerian untuk mempercepat time to market

“Targetnya, lifting bisa kembali mendekati angka 1 juta bph, seperti yang pernah dicapai di masa lalu,” ujar Sri Mulyani.

Secara keseluruhan, strategi pemerintah menunjukkan bahwa kebijakan energi dalam RAPBN 2026 bukan hanya menyangkut angka produksi atau harga minyak dunia, tapi juga menyangkut kredibilitas fiskal negara.

Dengan menjaga ICP tetap realistis dan memastikan lifting tidak turun drastis, pemerintah berharap bisa menjaga ruang fiskal yang sehat, sambil tetap memenuhi kewajiban subsidi energi kepada masyarakat.

“Kita tidak bisa berspekulasi dalam menyusun asumsi fiskal. Setiap angka ICP yang kita tetapkan, harus bisa dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan politik,” tutup Sri Mulyani.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network