Jalan Pintas ke Tanah Suci yang Berujung Derita: Penangkapan Jamaah Gelap di Gerbang Makkah

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
Ist

Saat jutaan jemaah dari penjuru dunia bersiap menuju Arafah, sembilan orang terpaksa menapaki jalan lain—bukan ke tenda Mina, melainkan ke dalam bui. Di antara gegap gempita takbir dan semilir angin padang pasir, sebuah operasi senyap digelar di pintu masuk Makkah. Para pelaku, lima warga Arab Saudi dan empat ekspatriat, ditangkap saat mengangkut 111 orang tanpa izin resmi haji.

Penangkapan ini bukan sekadar razia biasa. Di baliknya tersimpan tragedi kecil: impian puluhan orang menunaikan rukun Islam kelima sirna hanya karena terjebak bujuk rayu jalur tidak sah. Padahal, di setiap tahunnya, Kerajaan Arab Saudi sudah mewanti-wanti—haji tanpa tasreh (izin resmi) sama saja mengundang bencana hukum.

Tak menunggu lama, Komite Administratif Musiman menjatuhkan vonis. Sanksi keras dijatuhkan: denda hingga 100.000 riyal (setara Rp 433 juta), deportasi bagi ekspatriat, penjara, serta larangan kembali masuk Saudi selama satu dekade. Nama-nama mereka akan diumumkan ke publik, sebagai bentuk "syiar hukum" di Tanah Suci.

“Bukan hanya dosa yang ditanggung, tapi juga kehinaan,” ujar seorang mutawwif senior asal Madinah yang mengenal sistem ini dari dalam.

Kasus haji ilegal terus berulang setiap musim. Modusnya berganti rupa—dari visa bisnis, turis, hingga manipulasi sebagai pendamping mahram. Namun esensinya sama: jalan pintas ke surga yang justru menjebak ke neraka sistem.

Menurut laporan dari media resmi, para calon jemaah yang ikut "rombongan gelap" itu membayar biaya tak sedikit. Ada yang menyetor belasan juta rupiah untuk "paket cepat masuk Makkah". Mereka dijanjikan bisa wukuf tanpa antre, bisa tawaf tanpa prosedur, dan bisa bermalam di Mina tanpa drama visa.

Tapi janji itu buyar di pintu gerbang. "Banyak yang menangis, bukan karena takut ditangkap, tapi karena gagal berhaji," ujar seorang petugas keamanan.

Dalam dunia yang menempatkan spiritualitas dan bisnis dalam satu rak, ibadah sering menjadi komoditas. Haji, yang semestinya menjadi panggilan suci, berubah menjadi barang dagangan. Perantara tak resmi, agen perjalanan gelap, bahkan oknum dalam sistem ikut bermain dalam permainan ini.

Dan yang menjadi korban? Jemaah kecil dari kampung, yang menjual sawah demi menunaikan impian seumur hidup. "Kalau resmi terlalu mahal, kami cari jalan lain," kata salah satu calon jemaah yang sempat ditahan tapi akhirnya dibebaskan karena terbukti tertipu.

Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menegaskan, ke depan, sistem pengawasan akan diperketat. Setiap pelanggaran akan dipublikasikan. Denda maksimal akan diberlakukan. Dan sistem digital akan digunakan untuk mengidentifikasi pola pergerakan jemaah sejak keluar dari bandara.

Peringatan keras juga disampaikan kepada negara-negara pengirim jemaah. Edukasi dianggap penting. Karena spiritualitas tak bisa dititipkan pada jalur abu-abu.

Tak semua niat baik bisa ditebus dengan cara yang keliru. Seperti kisah 111 orang ini, mimpi berhaji mereka harus ditunda. Dan lebih buruknya, mereka harus membawa pulang aib yang tidak ringan.

Dari balik gerbang Makkah, peringatan itu bergema: tidak semua yang ingin ke Tanah Suci benar-benar siap suci.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network