Iduladha dari Tanah Rantau: Mahasiswa Jambi Ajak Masyarakat Rayakan dengan Spirit Toleransi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia memperingati Iduladha sebagai hari besar keagamaan yang penuh makna. Tak sekadar ritual penyembelihan hewan qurban, Iduladha adalah peristiwa spiritual yang menghidupkan kembali nilai ketundukan, keteguhan hati, dan pengorbanan—sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS.

Tahun ini, berdasarkan keputusan Kementerian Agama, Hari Raya Iduladha 1446 H jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Di berbagai pelosok negeri, gema takbir bersahut-sahutan, aroma daging kurban memenuhi lorong-lorong kampung, dan semangat berbagi kembali menggema.

Namun di tengah perayaan yang ramai itu, ada suara jernih yang mengingatkan tentang esensi terdalam Iduladha: persatuan dan toleransi.

Fajar Nugraha, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jambi Pelalawan Riau (HIMAJA-PRI), memandang Iduladha bukan hanya sebagai ritual tahunan, tetapi juga momentum untuk memperkuat nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong lintas identitas.

“Momen Iduladha adalah saat terbaik untuk berbagi, bukan hanya kepada sesama Muslim, tetapi juga kepada tetangga dan kerabat non-Muslim. Mereka pun harus merasakan nikmatnya kebersamaan ini,” ujar Fajar.

Bagi Fajar, Iduladha adalah ruang yang mendekatkan semua lapisan masyarakat. Dari panitia kurban hingga anak-anak yang berlarian di halaman masjid, semua bersatu dalam semangat melayani dan membantu.

“Inilah warisan dahsyat Nabi Ibrahim AS. Iduladha menyatukan yang tua dan muda, yang jauh dan dekat. Dalam gotong royong itulah kita kembali belajar tentang cinta, tentang persaudaraan,” tuturnya.

Di Provinsi Jambi sendiri, Iduladha tak hanya dirayakan dengan penyembelihan hewan qurban. Ada budaya khas yang merekatkan nilai luhur masyarakat: Tradisi Maanta, dari kawasan Seberang Kota Jambi.

Tradisi ini memperlihatkan peran perempuan dalam mempererat hubungan keluarga: menantu perempuan mengantar makanan dalam rantang ke rumah mertuanya menjelang Iduladha. Makanan yang dibawa tak sembarangan: nasi lengkap dengan lauk khas Jambi seperti lemang, rendang, sri kayo, dan kue-kue tradisional.

Menariknya, rantang yang dikirim tidak boleh kembali dalam keadaan kosong—melainkan diisi kembali oleh penerima sebagai bentuk balasan dan penghormatan.

Tak hanya itu, masyarakat Jambi juga memelihara tradisi makan bersama di masjid dan mushala usai penyembelihan kurban. Dengan nampan-nampan bulat khas Melayu Jambi, laki-laki dari berbagai generasi duduk melingkar, menyantap hidangan dengan tangan, dan berbagi tawa.

Dalam penutupnya, Fajar berharap semangat Iduladha tak berhenti di hari tasyrik, tetapi terus hidup dalam tindakan nyata sehari-hari.

“Semoga masyarakat makin kompak, peduli, dan saling tolong-menolong. Iduladha adalah jalan kecil menuju Indonesia yang lebih besar—yang kuat dalam persatuan dan kasih sayang,” tutupnya.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network