PT Agrowiyana Milik Bakrie Group Dituding Intimidasi Petani di Lahan Sengketa Purwodadi

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

TANJUNG JABUNG BARAT – Aksi pendudukan damai yang dilakukan para petani penggarap di lahan sengketa Purwodadi kembali terusik oleh tindakan represif. PT Agrowiyana, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang merupakan bagian dari Bakrie Group, dituding menjadi aktor utama dalam intimidasi terhadap rakyat kecil yang telah lama menggantungkan hidup di atas tanah tersebut.

Kondisi memanas pada Jumat (30/5/2025) pukul 10.00 WIB, ketika sekelompok sekuriti perusahaan mendatangi lokasi pendudukan petani. Mereka merusak jembatan akses utama ke pondok perjuangan serta mengambil paksa bendera Merah Putih dan spanduk perlawanan milik petani.

“Kami tahu siapa di belakang perusahaan ini. Ini bukan sekadar konflik tanah biasa. Ini tentang rakyat kecil yang dilawan oleh raksasa bisnis bernama Bakrie Group,” ujar salah satu petani yang enggan disebutkan namanya.

Tak hanya jembatan penghubung yang dihancurkan, bendera Merah Putih yang berkibar di pondok perjuangan pun dilucuti secara paksa. Sebagian petani menyebut peristiwa itu sebagai "penodaan terhadap simbol negara dan rakyat".

Bagi mereka, bendera itu bukan sekadar simbol nasional, tapi bendera perjuangan, penanda bahwa mereka bukan penggarap liar, melainkan warga negara yang sedang menuntut hak atas tanah yang selama ini mereka rawat.

“Kami tidak gentar. Justru karena kami tahu siapa lawan kami, kami tidak boleh mundur. Ini bukan hanya soal tanah. Ini soal kedaulatan rakyat,” tegas seorang petani muda.

Pendamping petani, Wiranto B. Manalu, menyatakan bahwa lahan yang kini dipertahankan para petani berada di luar peta HGU milik perusahaan. Ia menegaskan bahwa tindakan PT Agrowiyana merupakan penyerobotan dan pelanggaran hukum.

“Kami sedang memverifikasi peta HGU resmi. Indikasinya, perusahaan telah bertindak melampaui izin konsesi. Ini bukan sekadar sengketa, ini bisa masuk ranah pidana perampasan,” kata Wiranto.

Ia juga menegaskan bahwa Bakrie Group sebagai induk korporasi tidak bisa cuci tangan dari tindakan anak usahanya. “Apapun yang dilakukan Agrowiyana adalah cerminan watak Bakrie Group dalam menghadapi rakyat kecil,” tegasnya.

Meski pondok mereka nyaris diruntuhkan, semangat para petani tak padam. Mereka membangun kembali tenda darurat dan mengibarkan bendera baru. Tindakan ini menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukan tentang fisik semata, tetapi tentang harga diri dan hak hidup yang sedang dipertaruhkan.

Sebagian aktivis agraria menyebut kasus Purwodadi sebagai miniatur ketimpangan struktural di sektor agraria Indonesia, di mana korporasi besar dengan jaringan elit politik kerap menang, sementara rakyat kecil harus bertarung tanpa pelindung.

Tim hukum dan pendamping petani berencana membawa kasus ini ke Komnas HAM, Kementerian ATR/BPN, dan bahkan menggagas Class Action terhadap Bakrie Group. Langkah ini dilakukan agar publik luas tahu bahwa praktek-praktek korporasi besar yang arogan dan sewenang-wenang masih terjadi di tengah janji-janji reforma agraria nasional.

“Ini bukan lagi konflik lokal. Ini bisa jadi ujian bagi negara: berpihak pada rakyat atau tunduk pada korporasi,” pungkas Wiranto.

Petani-petani Purwodadi bukan nama besar, bukan pemilik saham, bukan penguasa anggaran. Tapi mereka berani berdiri di barisan depan, melawan mesin kekuasaan ekonomi dari konglomerasi nasional. Dan ketika nama besar seperti Bakrie Group mulai disebut dalam pusaran konflik agraria, maka yang harus dipertanyakan bukan hanya legalitas lahan, tapi legitimasi moral kekuasaan modal atas rakyat kecil. (M.Arif Safwan)

Comments

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network