JAMBI – Penyalahgunaan BBM bersubsidi oleh perusahaan besar kembali mencoreng kepercayaan publik terhadap sistem distribusi energi di Indonesia. Kali ini, dugaan penyelewengan yang melibatkan PT Elnusa Petrofin, perusahaan resmi penyalur BBM bersubsidi, menyeret enam tersangka yang kini dilimpahkan oleh Polda Jambi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi.
Keenam tersangka, Abdul Rahman S, Yon Abimayu, Naufal Pauzi, Jefri Aswandi, Defrio Saputra, dan Rado, diduga terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan negara hingga Rp6,261 miliar dalam kurun waktu satu tahun. Modus operandi mereka sederhana namun terorganisir: BBM bersubsidi yang diangkut menggunakan tangki PT Elnusa Petrofin disalahgunakan dan dijual secara ilegal di lapangan.
Kasus ini terungkap saat Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jambi menemukan satu unit mobil tangki berisi BBM bersubsidi milik PT Elnusa Petrofin di kawasan Simpang Terusan, Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari. Sopir tangki, Abdul Rahman dan Naufal Pauzi, tertangkap tangan sedang memindahkan BBM dari tangki ke dalam lima jerigen berukuran 35 liter untuk dijual kepada penampung dengan harga Rp250 ribu per jerigen.
Praktik ini tidak hanya menunjukkan lemahnya pengawasan, tetapi juga memperlihatkan betapa sistem distribusi subsidi rentan disalahgunakan, bahkan oleh perusahaan yang seharusnya menjaga integritas distribusi energi nasional.
Selama satu tahun, praktik ilegal ini berhasil mengalirkan keuntungan ke kantong pelaku dengan total kerugian negara mencapai Rp6,261 miliar. Ini adalah angka yang cukup untuk membiayai subsidi bagi ribuan masyarakat kecil yang sangat membutuhkan.
Selain merugikan negara, kasus ini mengkhianati kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang diberi mandat untuk menyalurkan BBM bersubsidi secara adil dan transparan.
Pelimpahan kasus ke Kejati Jambi menunjukkan bahwa penyelidikan oleh Polda Jambi telah rampung. Namun, pertanyaan yang lebih besar muncul: Apakah ini akan menjadi momentum untuk reformasi sistem distribusi subsidi? Apakah hanya pelaku lapangan yang akan diseret ke meja hijau, atau ada aktor intelektual yang juga harus bertanggung jawab?
Menurut Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi, AKBP Reza Khomeini, para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
Namun, hukuman ini baru akan memberi efek jera jika proses hukum mampu membongkar jaringan penyalahgunaan yang lebih luas, termasuk kemungkinan adanya pengawasan internal perusahaan yang lemah atau bahkan keterlibatan oknum di level lebih tinggi.(*)
Sumber: Jambi Ekspres Disway (media network Berita Satu)
Add new comment