Perjuangan Petani Jambi Melawan Konflik Lahan dengan PT Trimitra Lestari

Oleh: jambi1
Pada : WIB
Rubrik
Berita
IST

Di bawah terik matahari dan dinginnya malam, sekitar 370 buruh tani dari Riau dan Jambi menyusuri jalanan dari Pelabuhan Merak, Banten, menuju Jakarta. Dengan kaki yang lelah, mereka menginap di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyuarakan satu tuntutan: penyelesaian konflik agraria yang tak kunjung usai.

Ketua Komite Pejuang Pertanian Rakyat, Muhammad Ridwan, memimpin aksi ini. Ia menggambarkan konflik agraria yang mendera petani di Riau dan Jambi sebagai masalah lama yang tak pernah dituntaskan negara. “Kami sudah beberapa kali membahas masalah ini dengan KLHK, tetapi belum ada titik terang. Konflik ini terus berlanjut, menggerus kehidupan petani di kampung halaman,” ujar Ridwan.

Ridwan menjelaskan bahwa aksi jalan kaki ini awalnya diikuti oleh 400 orang. Namun, sebanyak 30 peserta terpaksa pulang di tengah jalan karena masalah kesehatan. “Kami harus ikhlas melepas mereka pulang. Sekarang yang bertahan di depan kantor KLHK sekitar 370 orang,” katanya.

Di Riau, dua masalah besar mencuat. Pertama, konflik lahan seluas 2.500 hektare di Kabupaten Kampar yang diduga melibatkan mafia tanah. Kedua, konflik kepemilikan tanah di tiga kecamatan di Kabupaten Indragiri Hulu — Kelayang, Peranap, dan Lubuk Batu Jaya — dengan satu perusahaan swasta.

Menurut Ridwan, mafia tanah menjadi penghalang utama bagi petani untuk mendapatkan hak atas lahan mereka. “Tanah yang seharusnya menjadi sumber penghidupan mereka justru dirampas oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab,” katanya. Konflik di Indragiri Hulu menjadi sorotan utama karena perusahaan swasta tersebut terus memanfaatkan celah hukum untuk mempertahankan klaim atas tanah yang seharusnya dimiliki petani.

Sementara itu, perwakilan petani Jambi, Andi Saputra, mengungkap persoalan di provinsinya. Ia menyoroti keabsahan Hak Guna Usaha (HGU) serta Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berkonflik dengan PT Trimitra Lestari. “Sejak 1999, perusahaan ini menggusur tanah warga. Awalnya 300 hektare, lalu pada 2022 bertambah menjadi 700 hektare,” ujar Andi.

Penggusuran lahan di Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, menjadi puncak konflik. Andi menjelaskan bahwa HGU perusahaan berada di Tungkal Ulu, tetapi justru tanah di Tungkal Ilir yang digusur. “Historis petani desa ini ada di Tungkal Ilir. Mereka menggusur lahan yang bukan bagian dari wilayah HGU,” katanya tegas.

Bagi para petani, konflik dengan PT Trimitra Lestari ini bukan sekadar tentang kehilangan lahan, tetapi juga kehilangan masa depan. “Kami sudah mencoba berbagai cara, termasuk mendatangi pemerintah daerah dan pusat, tetapi perusahaan ini tetap bertindak sewenang-wenang,” ujar Andi. Perjuangan melawan perusahaan raksasa yang beroperasi dengan dukungan kekuatan hukum yang dipertanyakan membuat petani kian terpojok.

Malam di depan kantor KLHK, para buruh tani mendirikan tenda-tenda darurat. Mereka tidur beralaskan tikar, berharap kehadiran mereka dapat mengetuk pintu hati para pengambil kebijakan. “Kami tidak akan pulang sebelum ada solusi nyata dari pemerintah,” ujar Ridwan.(*)

Add new comment

Restricted HTML

  • Allowed HTML tags: <a href hreflang> <em> <strong> <cite> <blockquote cite> <code> <ul type> <ol start type> <li> <dl> <dt> <dd> <h2 id> <h3 id> <h4 id> <h5 id> <h6 id>
  • Lines and paragraphs break automatically.
  • Web page addresses and email addresses turn into links automatically.

BeritaSatu Network