SAROLANGUN – Gedung DPRD Kabupaten Sarolangun dipenuhi gema tuntutan para demonstran pada Kamis (12/12/2024). Aliansi Gerakan Pemuda Sarolangun (AGPS) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Sarolangun menggelar aksi unjuk rasa, menyoroti dugaan kolusi dan nepotisme dalam proses lelang jabatan pimpinan tinggi (JPT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
Puluhan massa aksi menyerukan pembentukan panitia khusus (pansus) oleh DPRD untuk menyelidiki seleksi terbuka jabatan eselon II yang dinilai penuh kejanggalan. Mereka menolak hasil lelang jabatan yang dianggap tidak transparan dan melanggar aturan yang tertuang dalam Permenpan-RB Nomor 15 Tahun 2019.
Salah satu tuntutan utama massa adalah meminta Penjabat Bupati Sarolangun, Bahri, dan Penjabat Sekretaris Daerah, Dedy Hendry, untuk bersumpah bahwa mereka tidak terlibat dalam praktik kolusi dan nepotisme.
"Apabila Penjabat Bupati Bahri dan Sekda Dedy Hendry tidak berani bersumpah, maka kami mendesak mereka segera mengundurkan diri," tegas salah seorang orator di tengah kerumunan massa.
Ketua PMII Cabang Sarolangun, Subra, menyampaikan kritik tajam terhadap proses seleksi terbuka yang berlangsung. Ia menilai jalannya lelang jabatan ini tidak hanya jauh dari prinsip transparansi, tetapi juga melukai kepercayaan masyarakat.
"Kami akan terus melawan ketidakadilan di Kabupaten Sarolangun. Proses lelang jabatan ini penuh dengan kejanggalan," ungkap Subra.
PMII juga mendesak DPRD Sarolangun untuk mengambil langkah konkret dengan segera membentuk pansus guna menyelidiki dugaan pelanggaran dalam seleksi tersebut.
"Kami tidak ingin DPRD Sarolangun menjadi dewan pengecut. Apa yang dilakukan pejabat di Sarolangun telah melukai kepercayaan masyarakat," tambahnya.
Massa menilai peran DPRD sangat penting dalam mengawasi kinerja pemerintah daerah. Menurut mereka, sikap diam DPRD hanya akan memperburuk situasi dan memperkuat dugaan adanya praktik kotor di balik lelang jabatan.
Demonstrasi ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap ketidakadilan di birokrasi Sarolangun. Aksi tersebut juga menjadi pengingat bahwa publik menginginkan sistem yang adil, bersih, dan bebas dari praktik kolusi maupun nepotisme.
Kini, bola panas berada di tangan DPRD Sarolangun. Akankah mereka menjawab tuntutan rakyat atau tetap bungkam di tengah derasnya kritik?
Add new comment