Di bawah terik matahari Desa Rangkiling, Kabupaten Sarolangun, sebuah truk melaju pelan. Sopirnya, sebut saja Andi, berusaha keras menahan rasa lelah setelah berjam-jam mengemudi. Namun, perjalanannya yang panjang itu tiba-tiba berubah menjadi mimpi buruk ketika sekelompok preman menghadangnya di tengah jalan yang sepi.
Satu dari mereka, dengan wajah yang penuh amarah dan tatapan menakutkan, mendekati Andi. "Kasihlah kalau dak ku tembak kau," ancamnya sambil membuka jok motor, memperlihatkan sesuatu yang tampak seperti senjata api. Andi, yang hanya bisa berpikir tentang keselamatannya, menyerahkan uang sebesar Rp300,000 dengan tangan gemetar.
Cerita ini mungkin terdengar seperti adegan dari sebuah film, tapi itulah yang terjadi pada hari yang naas itu. Andi kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Mandiangin, berharap keadilan bisa ditegakkan. Tidak butuh waktu lama bagi polisi untuk merespons.
Jumat siang yang panas, personel Polsek Mandiangin bergerak cepat setelah mendapat informasi tentang keberadaan salah satu pelaku. Waka Polsek Mandiangin, Ipda J Sianturi, memimpin timnya menuju Jembatan Mandiangin Seberang. Mereka menunggu dengan sabar, mata-mata terlatih mengawasi setiap kendaraan yang melintas.
Tepat pukul 13.30 WIB, pelaku yang dikenal dengan inisial B melintas dengan santai, tidak menyadari bahwa langkahnya akan terhenti di tangan hukum. Dalam sekejap, polisi meringkusnya. B, yang tampaknya sudah pasrah, tidak melawan dan segera dibawa ke Mapolsek Mandiangin untuk diinterogasi lebih lanjut.
Di ruang interogasi yang sederhana, B tidak bisa lagi menyembunyikan keterlibatannya. Dengan suara bergetar, dia mengakui perbuatannya. Namun, satu hal yang masih menjadi misteri adalah jumlah pelaku sebenarnya. "Jumlah pelaku lebih dari satu orang, saat kejadian menurut korban, para pelaku berboncengan menggunakan empat unit sepeda motor," ujar Ipda J Sianturi, menggambarkan betapa terorganisirnya aksi mereka.
Saat ini, polisi masih menyelidiki dan berusaha mengidentifikasi para pelaku lainnya. Setiap petunjuk, sekecil apapun, menjadi sangat berharga dalam upaya mengungkap jaringan pemerasan ini. Ipda J Sianturi menambahkan bahwa B dikenakan Pasal 368 KUHPidana, yang mengancamnya dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Kasus ini mengguncang warga Desa Rangkiling dan sekitarnya. Para sopir truk, yang selama ini mungkin merasa aman melintasi jalan tersebut, kini harus waspada. Rasa takut dan was-was menyelimuti mereka. Bagaimana jika preman lainnya masih berkeliaran? Bagaimana jika mereka menjadi korban berikutnya?
Sementara itu, Andi, sang sopir truk, hanya bisa berharap agar para pelaku lainnya segera tertangkap. Trauma yang dialaminya saat diancam dengan senjata api masih membekas. Dia bersyukur karena nyawanya selamat, tetapi tidak bisa melupakan ketakutan yang menghantui pikirannya.
Polisi berjanji untuk terus mengejar para pelaku lainnya. Mereka memahami bahwa tugas ini tidak mudah, namun keamanan masyarakat menjadi prioritas utama. Ipda J Sianturi dan timnya bekerja tanpa lelah, memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan pelaku kejahatan dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Masyarakat, di sisi lain, berharap agar insiden seperti ini tidak terulang lagi. Mereka mendukung penuh upaya polisi dan siap memberikan informasi apapun yang dapat membantu penyelidikan. Mereka ingin kembali merasakan rasa aman saat melintasi jalanan Desa Rangkiling, tanpa rasa takut akan ancaman preman.
Kasus pemerasan di Desa Rangkiling ini adalah pengingat keras bahwa kejahatan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Namun, dengan keberanian para korban melapor dan ketegasan aparat penegak hukum, keadilan masih bisa ditegakkan. Andi, dan sopir truk lainnya, kini hanya bisa menunggu dengan harapan bahwa para pelaku akan segera tertangkap dan mereka bisa kembali mengemudi tanpa rasa takut.(*)
Add new comment