Di tengah gelapnya malam pada 24 Juni 2024, sebuah peristiwa dramatis terjadi di Kawasan Desa Bukit Baling, Muaro Jambi. Seorang ibu hamil tua asal Keritang, Indragiri Hilir, Pekanbaru, harus melahirkan di pinggir jalan lintas Timur Jambi.
Malam itu, ibu yang tengah hamil tua berencana pergi ke Peninggalan, Sumatera Selatan, bersama suami dan dua anaknya yang berusia empat dan dua tahun. Mereka mengendarai sepeda motor butut, Yamaha Vega R. Perjalanan panjang dan melelahkan itu membuat mereka beberapa kali berhenti. Ketakutan dan larut malam membuat ibu ini enggan meminta pertolongan warga.
Ketika mereka sampai di Desa Bukit Baling, ibu ini tak sanggup lagi menahan rasa sakit. Di tengah jalan yang sepi, dia meminta suaminya berhenti. Tak lama kemudian, proses persalinan pun dimulai.
"Anaknya dua orang, umur 4 tahun dan 2 tahun. Mereka juga menyaksikan ibunya melahirkan," cerita Arja'i, warga yang membantu proses persalinan.
Arja'i mengetahui kejadian ini dari pamannya, Jay, yang saat itu tengah berjaga malam di Ram Sawit PT. EWF KM 29 Bukit Baling. Awalnya Jay mengira ada maling sawit. Namun setelah mendekati sumber suara, dia menyadari ada seorang ibu yang hendak melahirkan.
Jay segera memberi tahu istrinya untuk membantu ibu tersebut. Dengan alat seadanya, mereka berusaha membantu persalinan di tempat yang tidak lazim.
"Alhamdulillah, dengan alat seadanya kami bisa membantu," kata Jek, yang bersama istrinya dan Arja'i menolong ibu tersebut.
Saat mereka tiba, bayi sudah setengah lahir. Proses persalinan berlanjut hingga akhirnya bayi perempuan yang sehat lahir. "Bayi itu besar sekali, seperti bayi yang sudah berumur satu bulan," tambah Jek.
Karena tidak ada bantuan medis, warga memutuskan untuk merekam kejadian ini dan mengunggahnya ke media sosial. Beberapa jam setelah unggahan tersebut, seorang anggota DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Timur datang untuk memberikan bantuan.
"Namanya Pak Samsir atau Samosir, saya lupa. Dia tinggal di Simpang Kiri dan anggota DPRD dari Partai Gerindra," kata Arja'i.
Pak Samsir tidak mengadopsi bayi tersebut, tetapi bersedia merawatnya hingga besar. Orangtuanya bebas menjenguk dan memutuskan apakah bayi tersebut akan tinggal bersama mereka atau tetap bersama Samsir.
Dalam perjalanan tersebut, suami ibu ini hanya membawa uang sekitar Rp 300 ribu, yang sebagian besar digunakan untuk membeli bensin dan makanan.
"Sekarang duitnya tinggal Rp 150 ribu. Kasihan lihatnya," kata Arja'i.
Warga tidak sempat menanyakan mengapa ibu tersebut tidak melahirkan di puskesmas terdekat. Mungkin mereka tidak tahu jadwal pasti kelahiran atau tidak ada waktu untuk mencari bantuan medis.
Kisah persalinan di pinggir jalan ini mengungkapkan banyak hal: keberanian, kepedulian warga, dan bantuan yang datang dari orang tak terduga. Di tengah keterbatasan, sebuah komunitas kecil di Desa Bukit Baling menunjukkan bahwa gotong royong dan empati bisa menjadi penyelamat dalam situasi kritis. Kisah ini adalah bukti bahwa di tengah kesulitan, selalu ada harapan dan kebaikan yang muncul dari mereka yang peduli.(*)
Add new comment