Tragedi longsor di tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, kembali menorehkan luka mendalam. Sebanyak 13 nyawa melayang di lokasi tambang yang berkali-kali dirazia namun selalu bocor.
Peristiwa naas itu terjadi pada Jumat, 27 September 2024, di tengah hujan deras yang mengguyur sejak siang hari. Para penambang tetap bertahan di lokasi, mengayunkan linggis dan menggali terowongan sedalam 30 hingga 40 meter di bawah tanah. Namun, tanah yang keropos tak mampu lagi menahan beban, hingga longsor tak terelakkan.
Kapolres Solok, AKBP Muari, memastikan bahwa tambang yang runtuh itu ilegal. Bahkan, pihaknya telah empat kali melakukan razia, namun hasilnya nihil. "Sudah empat kali kami lakukan razia, tapi selalu bocor. Tahun 2023 sekali, dan tahun 2024 sudah tiga kali," ungkap Muari saat dihubungi pada Sabtu (28/9/2024).
Dalam razia terakhir pada Mei dan Juni 2024, polisi menemukan alat berat berupa ekskavator dan komputer di lokasi tambang, namun tak ada satu pun penambang yang tertangkap. "Kami sita komputernya, tetapi ekskavator tidak bisa kami bawa keluar karena medan yang sulit," tambah Muari.
Longsor ini bukan hanya merenggut nyawa, tapi juga memperlihatkan betapa sulitnya medan di sekitar tambang tersebut. Menurut laporan dari tim yang berada di lapangan, akses menuju lokasi harus ditempuh dengan berjalan kaki selama empat jam melewati hutan belantara.
Tim SAR gabungan yang dikerahkan berhasil menemukan 13 korban meninggal dunia, yang dievakuasi dengan berjalan kaki menyeberangi sungai di kawasan hutan lindung. Selain itu, satu orang berhasil diselamatkan dalam kondisi luka-luka, sementara satu lagi ditemukan tewas pada Minggu pagi (29/9/2024).
"Korban harus dibawa menyeberangi sungai dan berjalan berjam-jam menuju pemukiman terdekat," jelas Muari.
Longsor ini bermula dari hujan lebat yang melanda wilayah Solok sejak Kamis sore. Meski kondisi cuaca buruk, para penambang tetap melanjutkan aktivitas mereka di terowongan tambang yang mirip gua. Namun, tanah yang terus terkikis dan tak stabil akhirnya runtuh, menimbun para penambang.
Sebagian dari mereka terjebak di dalam terowongan, sementara yang berada di luar juga tak sempat menghindar karena runtuhan terjadi begitu cepat.
"Mereka yang terjebak tidak sempat mengelak karena kondisinya tiba-tiba," jelas Muari.
Tambang emas ilegal ini sebenarnya sudah ditutup oleh pihak kepolisian sejak tahun 2023, dan bahkan dirazia beberapa kali di tahun 2024. Namun, penambang tetap kembali, kali ini dengan cara manual setelah alat berat disita oleh pihak berwajib.
Lokasi tambang yang jauh dari pemukiman, ditambah dengan medan yang sulit ditempuh, membuat razia yang dilakukan oleh polisi tak membuahkan hasil signifikan. "Medannya sangat sulit, tidak ada sinyal, dan warga di sekitar tambang cenderung tertutup. Itu yang membuat kita kesulitan untuk memantau kegiatan mereka," ujar Muari.
Muari mengakui bahwa polisi tidak dapat mengangkut alat berat yang ditemukan di lokasi karena medannya yang berat. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan alat tersebut tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
Namun, meskipun tambang itu berkali-kali ditutup, penambang terus kembali. Aktivitas penambangan manual mereka nyaris tak terpantau, hingga akhirnya insiden tragis longsor ini terjadi.
Hingga kini, pihak kepolisian masih fokus pada upaya evakuasi para korban longsor. Setelah evakuasi selesai, Muari berjanji akan melanjutkan penyelidikan terkait tambang ilegal tersebut.
"Kami fokus evakuasi dulu, nanti setelah selesai, penyelidikan akan kami lanjutkan," pungkasnya.(*)
Add new comment