Seorang siswi SMP di Jambi menjadi korban perundungan brutal oleh delapan remaja perempuan. Peristiwa ini terekam dalam video viral yang mengguncang masyarakat. Sang ibu menuntut keadilan atas siksaan yang dialami putrinya. Bagaimana kisah di balik kekerasan ini?
***
Langit siang itu tampak biasa di Jambi. Namun, di sebuah ruangan di Polresta Jambi, suasana sangat berbeda. R, seorang remaja berusia 14 tahun, duduk dengan sorot mata yang lelah, ditemani oleh ibunya dan petugas dari UPTD PPA Kota Jambi. Hari itu, Jumat (20/9), R memenuhi panggilan penyidik setelah video kekerasan terhadap dirinya viral di media sosial.
Wakasat Reskrim Polresta Jambi, AKP Ilham, menjelaskan bahwa insiden ini melibatkan delapan pelaku, semuanya remaja perempuan.
“Pelaku utama inisial A dan AE, korban adalah R, usia 14 tahun. Mereka terlibat dalam cekcok yang berawal dari ejekan di Instagram,” kata Ilham, suaranya tenang namun tegas. Pertengkaran di dunia maya itu kemudian berlanjut ke dunia nyata. Mereka sepakat bertemu di sebuah lapangan di Jambi Timur.
R datang sendirian, tak tahu bahwa di sana, A dan teman-temannya sudah menunggu. Awalnya, hanya A yang berkelahi dengan R. Namun, situasi segera berubah menjadi kacau ketika teman-teman A mulai menyerang R secara bersamaan. Pukulan, tendangan, bahkan rokok yang disundut ke tubuh R menjadi bagian dari kekejaman yang direkam dalam video yang kini tersebar luas.
Ibu R, Faradilla Sandi, tak bisa menyembunyikan kemarahannya.
“Sebagai orang tua, saya tidak terima anak saya disiksa seperti itu,” ujarnya, dengan suara bergetar. Faradilla mengaku tak pernah menyangka anaknya terlibat dalam perkelahian, apalagi menjadi korban penganiayaan. Awalnya, R mengaku hanya terjatuh. Namun, ketika video kejadian itu sampai ke tangan keluarga, kebohongan kecil R pun terkuak.
“Anak saya disundut rokok, dipukul hingga kepalanya berdarah. Saya tidak akan pernah ikhlas dengan apa yang terjadi,” ucap Faradilla, tegas.
Permintaan damai dari pihak pelaku pun ditolaknya mentah-mentah. Baginya, keadilan untuk putrinya adalah yang utama.
Pihak kepolisian berjanji akan memanggil para pelaku untuk diperiksa. Visum terhadap R sudah dilakukan, dan hasilnya menunjukkan bukti kekerasan fisik yang tak bisa diabaikan.
Kini, R hanya bisa berharap. Harapan agar trauma itu bisa memudar, agar luka fisik dan batinnya bisa sembuh. Di balik jeritan sunyi R, tersimpan harapan akan keadilan yang tak boleh tertunda.(*)
Add new comment