Ditreskrimsus Polda Jambi intensif menyelidiki kasus kebakaran hutan di konsesi PT Artha Mulia Mandiri. Pemilik lahan akan segera dipanggil untuk mempertanggungjawabkan dugaan pelanggaran hukum.
*****
Penyelidikan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan konsesi PT Artha Mulia Mandiri (AMM) di Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, kini menjadi sorotan utama, terutama terkait tanggung jawab hukum yang harus dipikul oleh perusahaan. Ditreskrimsus Polda Jambi, melalui Subdit IV Tipidter, telah memasuki tahap kritis dalam penyelidikan dengan mengambil sampel tanah di lokasi kebakaran untuk memastikan bukti yang mengarah pada pelanggaran hukum.
AKBP Reza Khomeini, Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi, menyatakan bahwa penyelidikan ini masih dalam tahap awal, tetapi sudah menunjukkan indikasi kuat adanya pelanggaran.
"Saat ini masih tahap lidik. Kita baru saja mengambil sampel tanah dari lokasi. Minggu depan, kami akan memanggil pemilik lahan untuk klarifikasi dokumen dan memeriksa ahli guna memastikan keterlibatan mereka dalam kasus ini," ungkapnya.
Kebakaran yang terjadi di kawasan konsesi PT AMM bukan hanya sekedar insiden lingkungan, tetapi juga menyangkut aspek hukum yang serius. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap pemegang izin usaha memiliki tanggung jawab mutlak untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan, termasuk kebakaran lahan. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat berujung pada sanksi hukum yang berat.
Direktur Perkumpulan Hijau Provinsi Jambi, Feri Irawan, menegaskan bahwa karhutla di konsesi PT AMM disebabkan oleh pembangunan kanal yang secara sengaja mengeringkan lahan gambut untuk kepentingan perkebunan sawit perusahaan.
"Kanal-kanal ini membuat lahan gambut kering dan rentan terhadap kebakaran. Ini jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius," tegas Feri.
Jika terbukti bersalah, PT AMM dapat menghadapi konsekuensi hukum yang berat, termasuk sanksi pidana dan denda yang signifikan. Berdasarkan Pasal 88 dan 89 UU No. 32 Tahun 2009, tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada upaya pencegahan, tetapi juga pada tindakan aktif dalam menjaga lingkungan dari potensi kerusakan. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat mengakibatkan hukuman penjara dan denda besar bagi para pengurus perusahaan.
Dengan penyelidikan yang terus berjalan, pemanggilan pemilik lahan dan pemeriksaan ahli menjadi langkah penting dalam mengungkap sejauh mana pelanggaran hukum terjadi. Polda Jambi tampaknya serius dalam menegakkan hukum dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal terhadap hukum, terutama dalam kasus yang merusak lingkungan seperti ini.
Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi perusahaan lain untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola lahan konsesinya. Masyarakat dan pemerhati lingkungan kini menantikan hasil dari penyelidikan ini, yang diharapkan akan memberikan keadilan bagi lingkungan yang telah dirusak oleh praktik-praktik perusahaan yang tidak bertanggung jawab.(*)
Add new comment