Pemerintah menambah kuota LPG 3 kilogram bersubsidi sebesar 350 ribu ton menjelang puncak kebutuhan energi masyarakat di periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026. Kebijakan ini diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Kamis (27/11), usai menghadiri rapat terbatas yang dipimpin Presiden.
Penambahan kuota ini menjadi salah satu langkah antisipasi paling strategis untuk mencegah kelangkaan LPG 3 kg—yang selama ini menjadi kebutuhan utama rumah tangga dan pelaku UMKM skala kecil. Pemerintah mengklaim keputusan ini diambil berdasarkan evaluasi permintaan harian, tren konsumsi tahunan, dan pola lonjakan permintaan yang selalu terjadi setiap akhir tahun.
“Dalam rapat terbatas diputuskan ada penambahan kuota sekitar 0,35 juta ton. Ini untuk menjaga antisipasi kebutuhan Nataru. Insyaallah clear menyangkut dengan LPG,” kata Bahlil.
Sebagai komoditas energi bersubsidi, LPG 3 kg selalu mengalami kenaikan permintaan di periode akhir tahun. Selain faktor hari raya, aktivitas ekonomi rumah tangga dan UMKM meningkat menjelang libur panjang.
Pada banyak tahun sebelumnya, tekanan permintaan sering menimbulkan kekhawatiran distribusi—mulai dari antrean tabung hingga lonjakan harga di tingkat pengecer.
Pemerintah tak ingin kejadian serupa terulang pada masa liburan Nataru kali ini.
“Ini untuk memastikan pasokan aman. Masyarakat kita jangan sampai kesulitan mendapatkan LPG hanya karena permintaannya naik,” ujar Bahlil.
Meski kuota bertambah 350 ribu ton, anggaran subsidi LPG justru diproyeksikan turun. Dalam APBN 2025, alokasi subsidi LPG tercatat sebesar Rp 82 triliun. Dengan penambahan kuota, realisasi subsidi justru diprediksi berada di kisaran Rp 77–78 triliun.
Alasannya sederhana namun signifikan: harga Indonesian Crude Price (ICP) gas dunia tengah menurun. Harga gas yang turun membuat biaya subsidi lebih rendah dibanding estimasi awal APBN.
“Nggak ada penambahan anggaran. Harga ICP dunia itu turun. Jadi beban APBN aman,” kata Bahlil memastikan.
Fenomena ini, di mata analis kebijakan energi, merupakan “momen emas” untuk mengamankan pasokan energI bersubsidi tanpa menambah beban negara. Penurunan harga gas dunia menjadi bantalan fiskal bagi pemerintah.
Bahlil menekankan bahwa tambahan 350 ribu ton ini hanya berlaku untuk tahun anggaran 2025. Pemerintah tidak bisa sembarangan menambah kuota LPG bersubsidi di luar aturan APBN.
Untuk tahun 2026, pemerintah tetap berpegang pada kuota dan anggaran yang telah disetujui dalam Undang-Undang APBN 2026.
“Penambahan ini untuk 2025 saja. Tahun 2026 tetap memakai asumsi APBN yang telah diputuskan,” jelasnya.
Dalam tradisi perencanaan energi nasional, fleksibilitas seperti ini hanya lazim diberikan pada periode-periode tertentu: cuaca ekstrem, musim liburan panjang, atau gejolak pasokan. Penambahan kuota LPG Nataru 2025 masuk dalam kategori tersebut.
Dengan kuota tambahan 350 ribu ton, pemerintah berharap dua hal utama tercapai:
- Stok tabung LPG tersedia di seluruh daerah, terutama wilayah yang selama ini sering rawan distribusi seperti Sumatera, NTT, Sulawesi, dan Kalimantan.
- Harga di tingkat pengecer tidak melonjak, karena suplai tabung tidak tersendat di depo dan SPBE.
Tradisi lonjakan harga di akhir tahun—akibat distribusi yang tidak stabil—menjadi hal yang selalu diwaspadai pemerintah.
Stok tambahan ini diharapkan mampu meredam potensi gejolak harga.
Pelaku usaha pengisian LPG (SPBE) menilai kebijakan ini sangat realistis. Musim libur panjang selalu menciptakan profil konsumsi yang tidak normal: rumah makan ramai, perjalanan meningkat, kegiatan keluarga naik, dan UMKM lebih aktif.
“Kami menyambut baik penambahan kuota ini. Biasanya akhir tahun itu hectic sekali. Dengan tambahan kuota, tekanan distribusi bisa lebih stabil,” ujar salah satu pelaku SPBE di Jambi.
Meski penambahan kuota menjadi kabar baik, tantangan terbesar tetap sama: pengawasan distribusi. Pola penyimpangan pasokan, pengalihan tabung ke industri, dan permainan harga di tingkat pengecer masih menjadi PR klasik pemerintah daerah.
Penambahan kuota tanpa pengawasan bisa membuka ruang baru bagi penyimpangan.
Karena itu, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah pusat meminta pemerintah daerah dan aparat hukum memperketat monitoring terhadap jalur distribusi dari agen ke pangkalan hingga ke masyarakat.
Kebijakan tambahan kuota LPG subsidi 350 ribu ton menjelang Nataru 2025/2026 adalah langkah strategis yang memadukan kalkulasi permintaan masyarakat dengan kondisi pasar global yang sedang mendukung. Harga ICP gas yang turun menjadi berkah fiskal, memberi ruang bagi pemerintah memperbesar pasokan tanpa menaikkan biaya negara.
Dengan tambahan kuota ini, masyarakat diharapkan tidak menghadapi kelangkaan LPG 3 kg selama libur akhir tahun. Namun, keberhasilan kebijakan tetap bergantung pada distribusi yang diawasi ketat, hingga tabung benar-benar sampai ke pengguna akhir.(*)
Add new comment