Jakarta – Upaya pemerintah memperkuat fondasi penerimaan negara memasuki fase yang lebih agresif. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Sumatera Utara I memulai langkah besar dengan memblokir 310 rekening penunggak pajak senilai total Rp119 miliar dalam satu operasi terkoordinasi yang dilaksanakan pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Pemblokiran massal yang melibatkan sembilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ini dilakukan melalui dua bank di Kota Medan. Langkah tersebut disebut sebagai bagian dari strategi "penagihan aktif" yang didesain untuk mengamankan arus penerimaan negara menjelang akhir tahun anggaran.
DJP menegaskan, pemblokiran dilakukan setelah seluruh prosedur administratif ditempuh—mulai dari surat teguran hingga surat paksa—namun wajib pajak tetap tidak menunjukkan itikad baik.
“Pemblokiran dilakukan terhadap wajib pajak yang belum menyelesaikan kewajibannya meski telah menerima surat teguran dan surat paksa,” tulis DJP dalam keterangannya yang dikutip Minggu (15/11/2025).
Sejak 2024, Kementerian Keuangan mulai menggeser pendekatan penagihan pajak dari model pasif ke model agresif berbasis data. DJP kini memiliki payung hukum kuat dari:
• UU 19/2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
• PMK 61/2023 tentang Tata Cara Pemblokiran Rekening
Melalui regulasi tersebut, bank wajib:
- membekukan dana di rekening sebesar nilai tunggakan pajak, termasuk biaya penagihan;
- menahan transaksi hingga wajib pajak melunasi kewajiban;
- menyerahkan informasi rekening untuk proses tindak lanjut DJP.
Langkah ini bukan sekadar pemblokiran teknis, tetapi bagian dari strategi fiskal pemerintah yang berambisi menaikkan tax ratio nasional dari 10,9% menjadi 12,2% pada 2026.
Beberapa alasan strategis mendorong operasi besar-besaran ini:
1. Tekanan APBN 2025
Pengeluaran negara meningkat pada sektor:
- kesehatan nasional,
- makan bergizi gratis,
- pembangunan infrastruktur,
- subsidi energi,
- penguatan perlindungan sosial.
Pemerintah membutuhkan ruang fiskal yang lebih kuat untuk menjaga keseimbangan belanja.
2. Kepatuhan Pajak Melambat
DJP mencatat peningkatan tunggakan pajak dari tiga jenis wajib pajak:
- pelaku usaha retail dan perdagangan,
- UMKM kelas menengah yang terdampak konsumsi melambat,
- WP pribadi non-karyawan yang bergantung pada cashflow bulanan tidak stabil.
3. Efek Domino Penunggakan Pajak
Jika dibiarkan, penunggakan bisa menimbulkan:
- berkurangnya penerimaan negara,
- tekanan pada pembiayaan defisit,
- ketidakadilan bagi wajib pajak yang taat.
DJP menegaskan bahwa tidak ada kelompok wajib pajak—baik korporasi besar, pengusaha menengah, maupun pekerja profesional—yang mendapat pengecualian.
“Tindakan ini diharapkan meningkatkan kepatuhan dan mencegah kerugian penerimaan negara,” tegas DJP.
Pemblokiran massal juga menjadi sinyal bahwa penegakan aturan kini menjadi prioritas utama sebagai upaya memperbaiki neraca penerimaan fiskal.
Pemblokiran rekening memicu beberapa konsekuensi:
1. Rekening menjadi “non-aktif” untuk transaksi keluar
Wajib pajak tidak dapat menarik dana hingga melunasi kewajiban.
2. Dapat dilanjutkan ke penyitaan aset
Jika setelah 21 hari tidak ada pembayaran, DJP berhak:
- menyita kendaraan,
- bangunan dan tanah,
- barang bergerak lainnya,
- hingga melakukan pelelangan.
3. Pencegahan ke luar negeri
Wajib pajak yang menunggak dalam nilai tertentu dapat dicegah bepergian ke luar negeri melalui imigrasi.
Data internal DJP menunjukkan bahwa:
- 72% wajib pajak yang diblokir akhirnya melunasi atau mengangsur tunggakan,
- langkah ini meningkatkan komunikasi antara DJP dan wajib pajak yang sebelumnya menghindar,
- pemblokiran mencegah pengalihan aset sebelum pembayaran.
DJP menyebut model “operasi serentak” lebih efisien karena:
- mempercepat koordinasi antar-KPP,
- mengurangi potensi kebocoran informasi,
- memperkuat daya tekan terhadap wajib pajak.
Meski efektif, kebijakan ini juga menghadapi tantangan:
- kemampuan bayar sebagian wajib pajak melemah karena perlambatan konsumsi,
- beberapa sektor usaha masih dalam masa pemulihan,
- resistensi masyarakat terhadap sanksi pajak meningkat.
Namun DJP menilai penegakan tetap harus dilakukan untuk menjaga keadilan.
“Wajib pajak yang patuh tidak boleh dirugikan oleh mereka yang tidak melaksanakan kewajiban,” tulis DJP.
Analis fiskal menilai pemblokiran rekening adalah instrumen penting, tetapi bukan satu-satunya.
Untuk memperkuat penerimaan negara 2026, pemerintah masih menyiapkan:
- perluasan basis pajak digital,
- optimalisasi pajak properti,
- penegakan pajak karbon,
- modernisasi sistem Coretax.
Jika seluruh strategi berjalan serempak, tax ratio diproyeksikan naik signifikan pada 2026–2027.
Operasi pemblokiran 310 rekening penunggak pajak di Sumut menjadi simbol perubahan besar dalam penegakan pajak nasional. Pemerintah menegaskan komitmen:
- meningkatkan kepatuhan pajak,
- menjaga keadilan fiskal,
- dan mengamankan penerimaan negara di tengah tekanan ekonomi global.
DJP berpesan agar wajib pajak segera melunasi kewajibannya untuk menghindari konsekuensi lebih berat.(*)
Add new comment