Nusa Dua – Industri kelapa sawit Indonesia melaju lebih kencang sepanjang 2025. Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menyebut sektor sawit menunjukkan percepatan nyata dibandingkan tahun lalu. Hal itu disampaikan Eddy saat membuka 21st Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11).
Hingga September 2025, produksi nasional crude palm oil (CPO) tercatat sudah melampaui 43 juta ton, atau tumbuh 11 persen dibanding periode yang sama 2024. Lonjakan ini menandai pemulihan produksi dan efektivitas pengelolaan kebun sawit di berbagai daerah.
Pada perdagangan internasional, performa sawit lebih impresif. Ekspor minyak sawit dan berbagai turunannya—mulai dari CPO, produk olahan, oleokimia hingga biodiesel—sudah menembus 25 juta ton, tumbuh 13,4 persen dibanding 2024.
Devisa yang diraup pun melonjak jauh. Nilainya mencapai US$ 27,3 miliar, atau naik 40 persen dari tahun sebelumnya.
“Ini menunjukkan peran sawit sebagai penyumbang devisa terbesar Indonesia tetap tidak tergantikan,” ujar Eddy.
Selain ekspor, konsumsi domestik minyak sawit juga tumbuh. Dari sebelumnya 17,6 juta ton, kini naik menjadi 18,5 juta ton. Permintaan didorong oleh industri pangan, oleokimia, dan program biodiesel berbasis energi terbarukan.
Eddy menyebut, “Kinerja industri sawit menunjukkan sedikit percepatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.”
Meski performanya positif, GAPKI mengingatkan bahwa sawit nasional belum sepenuhnya bebas hambatan. Eddy menekankan tiga tantangan besar yang perlu pengelolaan serius:
1. Dinamika Perdagangan Global
Negara mitra mulai mengetatkan aturan berkelanjutan, perubahan kebijakan impor, hingga isu geopolitik. Semua dapat mempengaruhi akses pasar Indonesia.
2. Penguatan Tata Kelola Sawit
GAPKI menegaskan pentingnya memperkuat sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai standar keberlanjutan yang diakui dunia.
“ISPO tidak boleh menjadi sekadar simbol. Ini produk kedaulatan bangsa dan harus menjadi standar emas global,” tegas Eddy.
3. Kebijakan Bauran Energi
Ekspansi biodiesel dan kebijakan energi nasional menjadi instrumen penting menjaga stabilitas pasar sawit ke depan.
Eddy menutup konferensi dengan menegaskan bahwa industri sawit Indonesia tidak hanya fokus pada angka produksi, tetapi juga komitmen atas prinsip keberlanjutan.
“Dunia perlu memahami bahwa keberlanjutan bukan slogan. Ini komitmen nyata GAPKI dan seluruh pelaku industri,” ujarnya.(*)
Add new comment