Udara dingin Baku menyambut kedatangan delegasi dari seluruh penjuru dunia. Langit di atas ibu kota Azerbaijan itu dipenuhi awan kelabu, seolah merespon tema besar yang akan dibahas selama Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim (COP-29). Di tengah hiruk-pikuk persiapan konferensi, dua gadis muda dari Indonesia melangkah keluar dari bandara dengan mata berbinar, namun dengan hati yang sarat oleh tanggung jawab besar.
Nasywa Adivia Wardana dan Qurrota A’yun Nur Ramadhani, dua pelajar dari Kabupaten Tebo, Jambi, mungkin terlihat biasa saja di antara ribuan delegasi yang hadir. Tetapi mereka membawa sesuatu yang luar biasa: suara generasi muda yang menyaksikan perubahan iklim tak hanya sebagai konsep abstrak, melainkan sebagai kenyataan pahit yang mengubah hidup mereka.
“Ini bukan hanya tentang angka dan laporan ilmiah,” bisik Nasywa pada Ayun ketika mereka menaiki bus menuju hotel. “Ini tentang masa depan kita yang dicuri perlahan.”
Ayun mengangguk, meremas tangan sahabatnya. “Kita harus bicara. Dunia harus mendengar.”
Di Bawah Bayang-Bayang Asap
Di forum hari kedua, giliran Nasywa dan Ayun berbicara. Ruangan penuh sesak dengan delegasi dari 197 negara. Kamera-kamera terarah pada mereka, mencatat setiap gerak dan kata yang akan keluar dari mulut dua gadis muda ini.
Ayun memulai dengan suara tenang namun penuh emosi, menggambarkan masa kecilnya yang diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan. “Ketika teman-teman seusia kami berlari di taman bermain, kami terkurung di rumah, berjuang bernapas dengan bantuan tabung oksigen.”
Nasywa melanjutkan dengan cerita tentang desanya yang dulu hijau, kini berubah menjadi ladang sawit sejauh mata memandang. “Kami tidak tahu seperti apa rasanya tinggal di tengah hutan tropis yang lebat, mendengar suara sungai jernih mengalir. Semua itu hanya cerita dari orang tua kami, kenangan yang terhapus oleh kerakusan manusia.”
Mata-mata di ruangan mulai berkaca-kaca. Nasywa dan Ayun tidak berbicara sebagai ilmuwan atau politisi, tetapi sebagai saksi hidup dari dampak buruk perubahan iklim.
Kabut Asap dan Puisi di Dinding
Setelah forum selesai, seorang jurnalis mendekati mereka. “Kalian berbicara dengan sangat emosional. Apa yang membuat kalian terdorong untuk menjadi aktivis?”
Nasywa tersenyum kecil, menatap Ayun. “Kabut asap. Itu membentuk kami.”
Ayun menambahkan, “Ketika udara begitu beracun hingga kami tak bisa keluar rumah, anak-anak di desa kami menulis puisi tentang kemarahan mereka. Mereka menggambar masa depan yang suram di dinding-dinding rumah. Itu adalah bentuk perlawanan kecil kami.”
Jurnalis itu mencatat setiap kata dengan serius, menyadari bahwa cerita dua gadis ini adalah bukti nyata dari kehancuran yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Generasi yang Hilang
Hari terakhir konferensi menjadi momen puncak bagi Nasywa dan Ayun. Di depan ribuan delegasi, mereka menyampaikan pidato yang tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga membangkitkan semangat.
“Kami adalah generasi yang lahir dari kehancuran. Kami tidak pernah tahu seperti apa rasanya hidup di negeri yang tidak terkontaminasi oleh krisis iklim. Tetapi kami tidak ingin menyerah. Kami ingin menjadi bagian dari solusi,” tegas Ayun.
Nasywa menambahkan, “Kami butuh sekolah krisis iklim yang relevan. Kami butuh solidaritas, bukan hanya dari negeri kami sendiri, tetapi dari seluruh dunia. Karena ini bukan hanya tentang Indonesia. Ini tentang masa depan bersama.”
Tepuk tangan bergemuruh di ruangan itu. Beberapa delegasi bahkan berdiri, memberikan penghormatan kepada keberanian dua gadis muda ini.
Harapan dalam Kabut
Ketika mereka kembali ke hotel malam itu, Nasywa dan Ayun duduk di balkon, memandangi langit Baku yang masih kelabu.
“Kamu tahu, mungkin kita tidak akan melihat perubahan besar dalam hidup kita,” kata Ayun perlahan.
“Tapi kita sudah menanam benihnya,” jawab Nasywa. “Dan itu cukup untuk membuatku terus berharap.”
Di tengah kabut yang menyelimuti dunia, suara mereka menjadi lentera kecil yang menerangi jalan menuju masa depan. Dan meskipun perjalanan masih panjang, mereka percaya bahwa setiap langkah kecil mereka membawa dunia semakin dekat pada perubahan yang lebih baik.(*)
Add new comment