Jambi – Kasus dugaan penipuan yang menyeret dua reseller handphone asal Kabupaten Batanghari, H dan M, memasuki babak baru setelah Polda Jambi menaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Dengan kerugian mencapai Rp 1 miliar, kasus ini menyita perhatian karena skema penipuan yang dilakukan oleh pelaku terhadap supplier handphone asal Jambi, Hengki Heriansyah, selama tiga tahun berturut-turut.
Kasubdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Jambi, Kompol Aulia Nasution, mengonfirmasi bahwa penyidik telah menerima laporan resmi dan sekarang dalam tahap penyidikan. "Kasus ini sudah masuk ke tahap penyidikan. Saat ini kami sedang memeriksa saksi-saksi dan melengkapi berkas," ujarnya, Senin (14/10).
Kasus ini berawal pada April 2020, ketika Hengki, seorang supplier handphone, memulai kerjasama dengan H, yang dikenal sebagai reseller lokal. Selang empat bulan, H memperkenalkan M kepada Hengki, yang juga tertarik menjadi reseller. Hengki menyetujui kerjasama tersebut, namun dengan syarat M tidak boleh menggunakan pihak ketiga dalam transaksi.
"Saya sudah memasok handphone kepada mereka untuk dijual kembali. Tapi, setelah pengambilan, pembayaran dilakukan dengan cara mencicil selama 10 bulan," kata Hengki menceritakan kronologinya.
Kepercayaan Hengki berujung pahit. Dari 2020 hingga 2023, H dan M dilaporkan telah mengambil 475 unit handphone darinya, namun Hengki mengaku tidak pernah bertemu dengan pembeli akhir. “Saya percaya pada mereka, tapi ternyata sebagian besar uang hasil penjualan tidak disetorkan kepada saya. Total kerugian saya hampir Rp 1 miliar,” ungkap Hengki.
Kasus ini kemudian memanas setelah Hengki resmi melaporkan H dan M ke Polda Jambi pada Juli 2024. Kuasa hukumnya, Wendhy Yanuar Prathama, menegaskan bahwa laporan ini mencakup dugaan pelanggaran Pasal 372 dan 378 KUHP, terkait penggelapan dan penipuan. "Laporan kami sudah diproses, dan kini kasusnya sudah di tahap penyidikan," tegas Wendhy.
Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama soal kepercayaan yang diberikan Hengki terhadap H dan M. Selama tiga tahun, Hengki mengandalkan hubungan baik tanpa ada pertemuan langsung dengan pembeli, yang menciptakan celah bagi kedua reseller tersebut untuk memanfaatkan kepercayaan yang ada.
Kepercayaan memang menjadi mata uang utama dalam banyak bisnis, tetapi dalam kasus ini, rasa percaya tersebut justru dimanfaatkan hingga menimbulkan kerugian besar. Hengki merasa terjebak dalam rasa aman palsu karena pembayaran dicicil selama 10 bulan, yang pada akhirnya gagal dituntaskan oleh H dan M.
Sistem pembayaran yang dilakukan secara mencicil selama 10 bulan bisa jadi merupakan salah satu modus penipuan yang dijalankan. Meskipun terkesan sebagai kebijakan untuk meringankan pembayaran, strategi ini ternyata dimanfaatkan oleh kedua pelaku untuk mengulur waktu hingga akhirnya merugikan Hengki.
Pertanyaannya, apakah ini benar-benar strategi penipuan terencana atau kebijakan bisnis yang gagal? Dalam laporan polisi, dugaan penipuan ini semakin kuat karena besarnya jumlah unit handphone yang telah diambil, namun sebagian besar tidak dibayar dengan benar.
Saat ini, Polda Jambi sedang mendalami kasus ini dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk memperjelas alur penipuan yang dilakukan. Dengan kerugian sebesar Rp 1 miliar, pihak penyidik Ditreskrimum Polda Jambi bergerak cepat untuk merampungkan penyidikan dan melengkapi berkas.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan hubungan bisnis berbasis kepercayaan, yang kemudian berubah menjadi kerugian besar bagi pihak yang dirugikan. Publik kini menunggu, apakah keadilan bisa ditegakkan dan bagaimana penyelesaian hukum untuk kasus penipuan yang semakin menambah daftar hitam penipuan di dunia bisnis lokal.(*)
Add new comment